TEMPO.CO, Jakarta - Menu makanan dan minuman menjadi perhatian penting dalam sebuah perhelatan. Dalam acara Konferensi Asia-Afrika (KAA) kali ini, ada perbedaan yang cukup menarik dari penyajian makanan di KAA 1955 saat zaman Sukarno dibandingkan KAA 2015 era Jokowi.
Mengutip majalah Tempo edisi 20-26 April 2015, KAA itu berlangsung di Gedung Merdeka, Bandung, 18-24 April 1955. Menjelang siang hari pada 18 April 1955, beberapa peserta diajak oleh Sukarno untuk makan siang di Rumah Makan Madrawi. Restoran itu berlokasi di Jalan Dalem Kaum, dekat Masjid Agung Bandung.
Pemilik rumah makan Madrawi, Fadli Badjuri, mengingat Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri Burma (Myanmar) U Nu, dan putra mahkota Raja Arab Saudi saat itu, Faisal bin Abdul Aziz. "Total mereka yang datang sekitar 20 orang," kata pria berusia 109 tahun saat ditemui Tempo di rumahnya di Gang Simpang, Bandung, akhir Maret lalu.
Menurut Badrawi, sajian utama untuk tamu penting Indonesia itu adalah sate dan soto ayam, sate dan gulai kambing, serta gulai dan rawon sapi. Telur mata sapi, gado-gado, dan bistik.
Ada yang kejadian yang tak akan pernah dilupakan Badrawi. Selain makanan yang dipesan, seperti biasa, di meja mereka disediakan air dalam mangkuk untuk cuci tangan alias kobokan. Di luar dugaan, Nehru dan Gamal meminum air untuk kobokan itu. Kepala pelayan pun sigap dan menjelaskan bahwa air itu bukan untuk diminum, melainkan untuk cuci tangan. "Mereka hanya tertawa," kata dia yang saat kejadian berusia 48 tahun.
Fadli melihat Gamal dan Nehru makan langsung pakai tangan kanan, sementara yang lain memakai sendok dan garpu. Salah satu yang diingatnya, Pangeran Faisal memesan gulai dan sate kambing. "Dagingnya besar-besar, segede jempol," kata dia."Mereka hampir tiap hari datang makan siang di Madrawi selama konferensi berlangsung."
Selama melayani para tamu agung itu, setiap hari, restorannya membutuhkan 10 ekor kambing, 300 ekor ayam kampung ,dan beberapa potong paha sapi. "Selama sepekan, besar tagihannya mencapai Rp 500," kata Fadli. Menurut dia, untuk makan malam, orang asing itu dijamu di rumah dinas gubernur yang disebut Gedung Pakuan, di Hotel Savoy Homann, dan di Hotel Preanger.
Adapun pada KAA yang berlangsung 19-24 April 2015, para tamu juga disuguhi makanan tradisional Indonesia. Menurut Direktur Katering Jakarta Convention Center M. Sulaeman Nur, menu tradisional itu sekitar 80 persen dari total makanan. Menu tradisional yang disajikan misalnya asinan Bogor, bakwan udang, tahu gejrot, mi juhi, dan rujak sebagai makanan pembuka.
"Untuk main course misalnya ikan bakar colo-colo, gulai daging sapi, bistik lidah, ayam bakar Padang, nasi kuning, tumis kacang panjang tempe, nasi goreng sayuran," kata Sulaeman, Senin, 20 April 2015. Menu makanan tradisional lain yang disajikan misalnya otak-otak, tekwan, atau klappertaart.
Sulaeman mengatakan pihak katering masih menyediakan makanan internasional dengan persentase yang lebih sedikit atau sekitar 20 persen. Ia mencontohkan, dalam menu prasmanan, selain menyediakan ikan saus pedas, bistik lidah, atau tumis kacang panjang, pihak katering juga menyediakan grilled seafood salad, beef pastrami, pasta selection, atau beef sirloin roulade.
TIM TEMPO