TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyatakan pembentukan BUMN khusus sebagai operator kereta supercepat rute Jakarta-Bandung-Surabaya masih menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Deddy S. Priatna menyatakan pembentukan BUMN yang berfungsi sebagai operator kereta supercepat ini baru bisa dilaksanakan apabila pemerintah telah memutuskan investor mana yang akan mengerjakan proyek tersebut.
Seperti diketahui, saat ini ada dua investor asing yang berminat untuk menggarap proyek kereta supercepat tersebut. Kedua investor asing tersebut ialah investor asal Cina dan Jepang melalui Badan Kerja Sama Internasional Jepang atau Japan International Cooperation Agency (JICA).
"Pembentukannya (BUMN operator kereta supercepat) bergantung pada keputusan presiden, karena baru bisa dilaksanakan apabila investor yang dipilih ialah Jepang," kata Deddy di Jakarta, Rabu, 22 April 2015.
Dia menuturkan alasan pembentukan BUMN khusus ini baru bisa terbentuk apabila Jepang yang terpilih disebabkan karena permintaan pembentukan BUMN ini ialah permintaan investor Jepang.
"Kalau Cina kan tidak minta ada pembentukan BUMN khusus, tetapi kita belum tahu nanti setelah studi kelayakan bagaimana permintaan investor Cina," ujarnya.
Mengenai kerja sama dengan Jepang, dia menyatakan investor asal Negeri Sakura itu telah menyelesaikan proses studi kelayakan tahap I. "Untuk melakukan studi kelayakan tahap I, Jepang sudah mengeluarkan dana US$ 6 juta, rencananya studi kelayakan tahap II baru akan dilaksanakan setelah ada persetujuan dari presiden," kata Deddy, pada akhir pekan lalu.
Dia menuturkan, investor asal Jepang telah berkomitmen untuk menggelontorkan dana sebesar US$ 15 juta untuk proses studi kelayakan. Berdasarkan penjelasannya, dari hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh JICA, diperkirakan total dana yang dibutuhkan untuk membangun kereta supercepat rute Jakarta-Bandung-Surabaya ini berkisar Rp 60 triliun. Dari total dana tersebut, pemerintah akan menanggung biaya sebesar 16 persen, swasta 10 persen, dan BUMN 74 persen.
BISNIS.COM