TEMPO.CO , Semarang: Bendahara Partai Golkar Jawa Tengah Sasmito setuju jika keluarga Cendana-sebutan bagi keluarga Soeharto-menjadi penengah dalam konflik internal Partai Golkar antara kubu Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono.
“Konflik masih terus berlarut-larut. Sementara waktu terus mengejar karena aka nada ratusan daerah pilkada. Maka keluarga Cendana tepat jika jadi penengah (konflik Golkar),” kata Sasmito kepada Tempo di Semarang, Jumat, 24 April 2015.
Sasmito menyatakan keluarga Cendana bukanlah orang baru di Golkar. Selama Orde Baru, keluarga Cendana adalah pengendali Partai Golkar. “Keluarga Cendana punya sejarah yang panjang. Mereka bukan orang lain di Golkar,” kata Sasmito.
Sasmito mengusulkan agar segera ada jalan penengah di tubuh Golkar agar konflik tak terus menerus terjadi. Caranya melalui pelaksanaan musyawarah nasional yang dipercepat. Kata Sasmito, jika sudah ada penengah, maka teknis pelaksanaan Munas sangatlah mudah. Disiapkan beberapa hari saja sebenarnya sudah bisa melaksanakan Munas.
Sasmito mengingatkan penengah konflik di Golkar harus melalui jalan sesuai dengan anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Maka dia tak setuju jika menggunakan cara keluarga Cendana mengambil alih tapi harus melalui prosedur Munas.
Melalui Munas itulah, kata Sasmito, bisa saja Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto-anak bekas Presiden Soeharto-bisa dijadikan sebagai pemimpin di Golkar. “Mas Tommy sudah semakin dewasa kok,” kata Sasmito.
Sasmito mengakui Tommy memang memiliki kelebihan sekaligus kekurangan. Tapi itu tidak masalah. Yang terpenting, kata Sasmito, para orang tua di Partai Golkar harus memberikan kesempatan kepada anak-anak muda untuk memimpin Golkar.
Sasmito mengakui salah satu kendala regenerasi di Golkar adalah para orang tua di partai tersebut belum sepenuhnya mempercayai para kader-kader muda. “Nanti mas Tommy bisa dibantu dengan wakil-wakil dan staf ahli untuk membawa Golkar lebih baik,” kata Sasmito.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gokar versi Musyawarah Nasional Bali, Siti Hedijati Harijadi alias Titiek Soeharto, mengklaim dukungan sebagian kader Partai Golkar di daerah atas upaya keluarga mantan presiden Soeharto mengambil alih partai beringin. Menurut Titiek, konflik berlarut-larut membuat sejumlah Dewan Pengurus Daerah Partai Golkar gerah.
"Mereka di daerah lama-lama gerah, lalu meminta keluarga Pak Harto ambil alih," kata Titiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Titiek mengatakan pengurus Golkar daerah yang mendukung pengambilalihan ini cukup banyak. Dia juga mengklaim dua kubu di Golkar turut mendukung penyatuan oleh keluarga Cendana-sebutan bagi keluarga Soeharto. Tapi dia buru-buru mengatakan tak semua pihak menyepakati usul ini.
Menurut Titiek, keinginan sebagian pengurus Golkar tersebut sejalan dengan keprihatinan keluarga Cendana terhadap kondisi partai. Dia menyebut generasi penerus trah Soeharto heran atas perpecahan di partai yang selalu menjadi pemenang pemilihan umum era Orde Baru itu.
Golkar pecah menjadi dua kubu setelah Pemilihan Umum 2014. Aburizal Bakrie menjadi Ketua Umum Golkar setelah terpilih secara aklamasi pada Musyawarah Nasional di Bali pada Desember tahun lalu. Kepemimpinan Aburizal mendapat pesaing dari Agung Laksono yang juga terpilih sebagai Ketua Umum Golkar setelah memenangi pemungutan suara di Musyawarah Nasional di Jakarta pada bulan yang sama.
ROFIUDDIN