TEMPO.CO, Jakarta - Lokalitas diterjemahkan Goni Coffee dengan setia kepada biji-biji kopi dari pelbagai penjuru Nusantara. Blend utama mereka adalah kopi Kintamani, Bali, yang dipasok dari San9a, kedai kopi di Bekasi.
“Kopi Kintamani rasanya paling konsisten,” kata Romi. “Mungkin karena petani kopi di sana sangat percaya karma, jadi kualitas biji kopi yang mereka jual sama baiknya dengan biji contoh.”
Untuk alternatifnya, Goni Coffee menawarkan biji kopi dari daerah yang berbeda. Minggu ini bisa jadi biji kopi Sulawesi, tapi pekan depan mungkin saja kopi Mandailing yang akan diracik Romi dengan mesin klasik La Marzocco tipe Linea.
Siang itu yang kami cicipi adalah Long Black--seharga Rp 27 ribu--dengan racikan arabika Kintamani. Kopi hitam polos ini punya tekstur pekat dengan rasa yang “galak”. Aroma wanginya begitu liar menyusup ke penjuru ruangan, begitu kelar diseduh oleh Romi. Long Black seketika bikin tubuh dan mata terjaga karena pahitnya bandel, sampai-sampai membuat rasa asam buah-buahan khas kopi Kintamani buru-buru pergi.
Jika tak doyan kopi hitam, banyak varian yang bisa dipilih, salah satunya Mocha (Rp 32 ribu). Minuman panas ini berbahan kopi Kintamani dengan cokelat bubuk produksi sebuah perusahaan di Jawa Timur. Di tangan Romi, campuran keduanya menjelma jadi minuman yang ringan dan menyenangkan. Tak cuma karena manisnya yang tidak lebay, tapi juga karena, di secangkir Mocha, arabika Kintamani jadi tak terlalu garang.
Dari deretan makanannya, Goni Coffee kini lebih variatif. Itu karena sejak pekan lalu mereka menambahkan spaghetti (Rp 45 ribu) dan burger (Rp 50 ribu) ke daftar menu makanan. Sebelumnya, di sana hanya ada pastry dan waffle yang kurang nampol untuk makan siang. Uniknya, burger dihidangkan Desi satu piring dengan keripik singkong manis yang renyah.
Ya, di balik tampilannya yang sederhana, Goni Coffee punya banyak hal yang bisa membuat kita tersenyum bahagia.
ISMA SAVITRI | HP