TEMPO.CO , Jakarta:Gubernur DKI Jakarta melontarkan ide untuk membuka lokalisasi pelacuran di Jakarta. Keinginan ini menuai pro-kontra di masyarakat. Namun ahli kemasyarakatan menilai, secara sosiologis, lokalisasi pelacuran dibutuhkan.
"Secara sosiologis lokalisasi pelacuran dibutuhkan," kata sosiolog Mustain Mashud, Sabtu, 25 April 2015.
Guru besar FISIP Universitas Airlangga ini menganalogikan lokalisasi dengan toilet umum. Untuk mencegah orang kencing sembarangan, maka toilet umum harus disediakan. Cara ini efektif untuk mencegah dampak buruk di masyarakat yang bisa timbul akibat orang kencing sembarangan, misalnya bau tak sedap atau penyakit-penyakit akibat air kencing.
Mirip dengan toilet, keberadaan lokalisasi juga sebenarnya dibutuhkan. "Ini untuk menampung penyakit-penyakit yang ada di masyarakat. Bayangkan kalau ada orang hiperseks dan tidak ada lokalisasi, penyalurannya bisa tidak terkontrol, timbulah tindakan-tindakan kriminal," kata Mustain.
Namun Mustain menyadari ide lokalisasi akan diprotes dari kalangan agamawan, kaum etis, dan moralis. Agama manapun, kata dia, tidak ada yang membenarkan praktek pelacuran.
Sebelumnya, ide membuka lokalisasi ini mencuat lagi di Jakarta setelah Ahok melontarkan gagasan membuka lokalisasi. Ahok meyakini selama manusia masih ada, prostitusi tak bisa dihilangkan. "Kalau bicaara jujur, prostitusi itu kayak kotoran manusia, selama manusia masih ada kan kotorannya juga ada," kata Ahok beberapa waktu lalu.
AMIRULLAH