TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia dapat meniru sistem hukuman mati di Arab Saudi yang tidak banyak mempublikasi rencana eksekusi dan memprioritaskan terpidana yang berkasnya telah rampung. "Sehingga opini publik tidak berkembang seperti di Indonesia," kata Profesor Hikmahanto Juwana, pakar hukum internasional UI, saat dihubungi Tempo, Minggu, 26 April 2015.
Arab Saudi mengeksekusi warga negara Indonesia, Karni binti Medi Karsim, tanpa memberi tahu pemerintah Indonesia. Sedangkan di Indonesia, kata Hikmahanto, rencana eksekusi mati terlalu dipublikasikan di media dan waktunya dinilai bertele-tele.
Artinya, eksekusi mati menunggu seluruh berkas terpidana rampung bersamaan. "Seharusnya, kalau satu kelar, ya, satu dulu yang dieksekusi. Bukan bersamaan, nanti dinilai pembunuhan massal. Masalah lagi, kan," ujar dosen UI ini.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana mengatakan eksekusi terpidana mati gelombang dua dilaksanakan pada Selasa mendatang. Para terpidana telah menerima pemberitahuan pelaksanaan hukuman kemarin.
Kejaksaan Agung merencanakan eksekusi mati terhadap sepuluh terpidana pada Februari lalu. Mereka berasal dari Australia, Prancis, Nigeria, Brasil, Ghana, Filipina, dan Indonesia. Namun rencana itu tertunda lantaran sejumlah terpidana mengajukan upaya hukum berupa peninjauan kembali dan gugatan ke pengadilan tata usaha negara. Kamis lalu, Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah persiapan eksekusi.
Eksekusi harus dilaksanakan oleh 13 petugas kepolisian di lokasi dan waktu bersamaan. Rencana itu, kata dia, batal apabila ada kendala cuaca saat pelaksanaan eksekusi.
Eksekusi gelombang kedua itu diikuti sembilan terpidana. Seorang terpidana yang batal menjalani eksekusi adalah Serge Areski Atlaoui asal Prancis lantaran mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara menjelang detik-detik eksekusi.
Hikmahanto berpendapat, bila eksekusi terus tertunda dengan berbagai alasan, kepercayaan pemerintah mendapat tekanan dari internal. Kepercayaan publik pun akan terus menurun. "Saya khawatir justru rakyat Indonesia yang akan marah kalau terus ditunda. Pemerintah dianggap tidak konsisten," ucapnya.
DEWI SUCI R. | ISTMAN M.P.