TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta media untuk lebih mengekspos dampak narkoba daripada pelaksanaan eksekusi mati. Apalagi setiap hari ada sekitar 50 orang Indonesia meninggal karena narkoba.
"Kalau dihitung setahun, ada sekitar 18 ribu yang meninggal, itu yang harus dijelaskan," kata Jokowi usai menghadiri acara silaturahmi insan pers di kantor Televisi Republik Indonesia, Jakarta, Senin 27 April 2015. Menurutnya, masyarakat juga harus tahu bagaimana korban penyalahgunaan narkoba menjalani rehabilitasi. "Mereka berguling meregang nyawa, berteriak."
Soal kejelasan nasib terpidana mati salah Filipina, Mary Jane, Jokowi tak menanggapinya secara langsung. Menurutnya, eksekusi mati yang dilakukan merupakan bagian kedaulatan hukum Indonesia. Eksekusi mati juga bagian dari perang pemerintah melawan narkoba.
Presiden Joko Widodo sebelumnya mengatakan akan memberikan keputusan terkait eksekusi terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Senin sore. Dia mengaku sempat dilobi Presiden Filipina Benigno Aquino III pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Malaysia. Dia memerintahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk menyampaikan keputusannya kepada Beniqno.
Saat ditanya tentang isi keputusannya, Jokowi enggan memaparkan. "Jadi ya seperti ini, seperti ini, dan seperti ini," katanya tanpa menjelaskan.
Terpidana asal Filipina, Mary Jane, 30 tahun ditangkap atas tuduhan membawa heroin seberat 2,6 kilogram di Bandar Udara Adisucipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010. Mary Jane memakai penerbangan pesawat Air Asia dari Kuala Lumpur ke Yogyakarta. Ia yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga adalah penduduk Esguerra, Talavera Nueva Ecija, Filipina.
Pada Oktober 2010, Mary Jane divonis mati dan grasinya ditolak Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2014. Pada 11 Oktober 2010, Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta, memberikan vonis mati kepada Mary Jane. Putusan itu diperkuat hingga kasasi, bahkan grasinya pun ditolak.
Mary Jane mengajukan peninjauan kembali atau PK kedua melalui tim pengacaranya yang ditunjuk Kedutaan Besar Filipina. Tim pengacara telah mendaftarkan PK kedua ke Pengadilan Negeri Sleman. Tapi pada Senin sore, 27 April 2015, PN Sleman menolak PK Kedua itu.
FAIZ NASHRILLAH