TEMPO.CO, Bekasi - Beberapa kolam Instalasi Pengolah Limbah Tinja di Sumur Batu, Bantargebang, Kota Bekasi, rusak selama delapan tahun. Akibatnya, IPLT yang dibangun pada 2004 tersebut hanya mampu menampung 60 meter kubik per hari dari daya tamping maksimal 120 meter kubik per hari.
"Kami memiliki empat kolam penampungan, tapi tidak berfungsi," kata Kepala Dinas Bangunan dan Pemukiman, Kota Bekasi, Dadang Ginanjar, Senin, 27 April 2015. Sebagian besar pengusaha limbah tinja pun membuang kotoran separo warga Kota Bekasi secara liar ke sejumlah kali. Saat ini, jumlah penduduk Kota Bekasi sekitar 2,5 juta jiwa.
Dampak lanjutannya, kata dia, air sungai tercemar limbah E-coli, sehingga kualitas air baku yang diolah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bhagasasi menurun. Para pengusaha penyedotan tinja, umumnya membuang tinja tersebut ke Kali Bekasi dan Kali Malang.
Di kali yang biasa dijadikan lokasi pembuangan tinja illegal, kandungan bakteri E-colinya tinggi, sampai 2.100 mpm/100ml. Padahal standar baku mutunya maksimum 1.000 mpm/100 ml. “Kondisi ini tambah diperparah oleh limbah industri dan domestic,” ujar Dadang.
Sebenarnya Pemerintah Kota Bekasi sudah mengimbau para pengusaha limbah tinja agar untuk sementara membuang limbahnya ke IPLT Pulogebang, Jakarta Timur. Namun, sebagian pengusaha enggan. Alasannya, selain jauh dari Bekasi, juga harus membayar retribusi puluhan ribu rupiah ke IPLT.
Sebagai tanggung jawab terhadap warga yang telah membayar pajak dan retribusi, serta untuk meminimalisasi pencemaran lingkungan, kata dia, Pemerintah Kota Bekasi akan memperbaiki kolam tinja yang rusat tersebut. "Kami akan mengoperasikan kembali," kata dia.
Dia oprimistis IPLT segera normal kembali, karena dalam Anggaran Pendapatan Daerah Kota Bekasi 2015, sudah tersedia dana sebesar Rp 3 miliar untuk memperbaiki kolam tinja tersebut. Dana tersebut akan digunakan untuk membeli peralatan pengolah limbah. "Kami juga mencoba minta bantuan ke pemerintah pusat," kata Dadang.
ADI WARSONO