TEMPO.CO, Jakarta - Bob Lotter, pencipta peranti lunak pencegah konten tak senonoh di telepon seluler, merangkum beberapa modus transfer gambar dalam kegiatan penyaluran konten dewasa melalui telepon seluler. "Umumnya diawali permintaan satu pihak, biasanya laki-laki, dengan cara mengirimkan gambar polos mereka terlebih dulu," kata dia seperti yang dikutip dari situs berita Inggris, The Telegraph.
Banyak perempuan, bahkan yang seumur hidup belum pernah selfie tanpa busana, terpancing. "Satu gambar yang terkirim akan menjadi pintu untuk permintaan foto-foto selanjutnya," kata Lotter.
Celakanya, Masyarakat Nasional untuk Pencegahan Kekerasan pada Anak (NSPCC) Inggris mendapati kecenderungan peningkatan kasus bunuh diri remaja perempuan akibat depresi seusai foto vulgar mereka tersebar.
"Tapi orangtua tidak perlu panik," kata profesor Jeff Temple, psikolog dari University of Texas Medical Branch.
Marah dan mencabut akses ponsel dan Internet bukanlah solusi. Jika mendapati anaknya terlibat kasus transfer konten dewasa melalui telepon seluler, kata Temple, orangtua justru mendapat momen untuk menjelaskan cara berpacaran yang sehat dan mencegah hubungan seksual pranikah.
Bagaimana mencegah remaja terlibat penyaluran konten dewasa di telepon seluler?
Psikolog keluarga, Elly Risman Musa, mengatakan, meski jeratannya makin masif, hal ini bisa dicegah. Kuncinya ada pada penggunaan telepon seluler, khususnya yang terkoneksi Internet.
"Diskusikan kesepakatan dan aturan penggunaan gadget," kata Elly pekan lalu. "Kontrol harus berada di tangan orangtua."
Berikut ini saran Elly Risman kepada orangtua untuk mengurangi kegiatan negatif tersebut pada anak dan remaja:
1. Orangtua harus menyadari dampak, baik positif maupun negatif, pemberian ponsel terhadap anaknya.
2. Usai memberikan ponsel, tanyakan kepada anak akan digunakan untuk apa saja perangkat tersebut.
3. Evaluasi penggunaan ponsel anak. Tanyakan apa saja yang dia lakukan dengan ponsel tersebut.
CHETA NILAWATY