TEMPO.CO, Surabaya - Kepolisian Daerah Jawa Timur membongkar jaringan pengiriman tenaga kerja Indonesia ilegal ke Malaysia. Pengiriman yang dilakukan tersangka yang berinisial AK alias DUL itu tidak dilengkapi surat-surat resmi dan dilakukan oleh perorangan. “Enam Korban akan dikirimkan ke Malaysia,” kata Kepala Unit III Subdirektorat IV Tindak Pidana Tertentu Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Timur Ajun Komisaris Besar Maruli Siahaan, Selasa, 28 April 2015.
Enam korban itu yakni YK, warga Probolinggo; KH, warga Jawa Tengah; ER, warga Malang; IE, warga Malang; IS, warga Kediri; dan MZ, warga Nganjuk. “Mereka di Malaysia akan dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga dan kuli bangunan,” katanya.
Menurut Maruli, pengungkapan jaringan itu berawal dari adanya informasi bahwa petugas pengamanan Bandar Udara Juanda Surabaya telah menangkap enam calon TKI ilegal yang akan dikirim ke Malaysia. Petugas keamanan bandara itu melapor kepada Polisi Militer Angkatan Laut di Bandara Juanda agar satuan itu melakukan interogasi. Kemudian Polisi Militer menghubungi Polda Jawa Timur untuk melimpahkan penanganan kasus tersebut.
Dalam aksinya, tersangka seolah-olah bekerja sebagai pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta dengan melakukan perekrutan calon TKI untuk ditempatkan di Malaysia. “Barang bukti yang disita empat paspor calon TKI dan satu lembar tiket Lion Air,” tutur Maruli.
Tersangka AK alias DUL mengklaim mengirimkan calon TKI ilegal atas permintaan agen yang merupakan warga negara Malaysia. Dalam mencari calon korban, DUL mengiming-imingi mereka gaji Rp 3 juta di Malaysia. Adapun biaya pemberangkatan ke Malaysia, sekitar Rp 9 juta per orang, ditanggung calon TKI itu. “Cara membayarnya dengan potong gaji ketika kerja nanti,” kata AK di hadapan polisi.
Dari setiap orang yang dia perdaya, AK mengaku menerima fulus Rp 3 juta. “Saya memang bekerja di pengiriman TKI, pernah resmi dan pernah tidak,” katanya. Tapi ia mengaku pengiriman calon TKI ilegal itu baru dilakukannya sekali ini.
Akibat perbuatannya, AK dijerat Pasal 102 ayat 1a juncto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. AK terancam hukuman penjara minimal 2 tahun dan maksimal 10 tahun.
MOHAMMAD SYARRAFAH