TEMPO.CO , Jakarta:Mathius Arif Mirdjaja, pendeta yang mendampingi terpidana mati kasus narkotika, Andrew Chan, menyayangkan keputusan pemerintah yang tetap melaksanakan eksekusi pada Selasa, 28 April 2015.
“Ini menyedihkan bagi saya, kita akan dicatat sebagai bangsa yang membunuh tidak memiliki belas kasih,” katanya Senin, 27 April 2015. Pendeta yang selalu mendampingi Andrew ini mengatakan mereka memang bersalah sepuluh tahun lalu, tetapi waktu telah mengubah. “Mereka juga sudah bertobat.”
Mathius menceritakan saat membesuk Andrew dan Myuran kemarin, kedua tangan napi dampingannya tersebut diborgol. Bahkan saat mereka berpelukan masih dalam kondisi diborgol dan kemudian baru dibuka oleh petugas.
Kepadanya, Andrew mengatakan jangan takut terhadap sesuatu yang membunuh badan tapi tidak dapat membunuh jiwa. “Andrew dan Myuran sangat tegar, saya berharap besok bisa berkunjung lagi jika tidak dilarang oleh petugas. Tadi keluarga Mary Jane dipersulit untuk menyeberang, itu terlalu berlebihan,” katanya.
Ia juga mengatakan sampai hari ini belum ada pernyataan resmi tentang tanggal eksekusi. “Sampai hari ini kita tidak tahu kapan, belum ada pemberitahuan. Tapi sudah beredar gambar di media sosial salib-salib buat mereka beserta tanggal meninggalnya,” katanya sambil memperlihatkan foto salib bertuliskan nama Andrew Chan, Myuran Sumuran, Mary Jane Fiesta, dan Okwudili Oyatanze.
Notifikasi eksekusi terhadap sembilan terpidana mati telah dibacakan pada Sabtu lalu. Berdasarkan notifikasi tersebut eksekusi dapat dilakukan setelah 72 jam yang berarti jatuh pada Selasa besok.
VENANTIA MELINDA