TEMPO.CO , Surabaya:Meskipun kejadiannya disebutkan 1 diantara 35 ribu kelahiran, kelainan atresia bilier tak bisa dianggap remeh. Penyakit yang semula ditulis literatur kedokteran Barat sebagai penyakit bawaan lahir (congenital), dewasa ini terbantahkan.
“Memang jarang, tapi di luar negeri sendiri hanya 10 persen kasus yang merupakan atresia bilier bawaan lahir. Sisanya adalah perinatal alias bukan bawaan,” kata Bagus Setyoboedi, dokter subspesialis gastrohepatology di Rumah Sakit Umum Daerah dr Soetomo, Surabaya, Selasa 28 April 2015.
Bahkan, angka kasus kelainan fungsi kantong empedu itu kini mengalami peningkatan. Bagus mengungkapkan, dalam tiga bulan terakhir RSUD Dr Soetomo menangani lima kasus.
“Dan ini tidak hanya ditemui pada bayi dengan keluarga tidak mampu. Tak sedikit yang berasal dari keluarga menengah ke atas,” ujarnya menunjuk kasus Safiyah, bayi tujuh bulan, yang ikut ditanganinya saat ini. Safiyah Naila adalah putri semata wayang Puguh Cahyono, seorang penarik becak di Mojokerto.
Bagus menegaskan, pencegahan dini sangat dibutuhkan agar anak dengan atresia bilier bisa segera ditangani. Menurut dia, yang terjadi sebagian besar pasien datang dengan kondisi terlambat. “Banyak yang sudah tahap sirosis hati,” kata dia.
Masyarakat juga harus diedukasi, karena paradigma yang salah tentang kulit kuning pada bayi. Para ahli kesehatan, termasuk orang tua, harus waspada jika putra-putrinya berkulit kuning.
“Kalau 2 minggu setelah kelahiran kulitnya masih kuning, langsung cek bilirubin-nya," katanya sambil menambahkan, "Juga jika berak berwarna pucat atau lebih putih, hati-hati.”
Sebab, Bagus menjelaskan, kulit kuning dan berak pucat mengindikasikan fungsi kantung empedu yang terganggu. Ditambah perut membesar, itu artinya kelenjar limfa tengah membesar pula. “Hal itu biasanya diikuti dengan albumin rendah.”
Sampai saat ini, kata Bagus, operasi kasai hanya berfungsi sebagai terapi perantara bagi pasien atresia bilier. Operasi penyambungan hati ke usus halus itu dilakukan agar cairan empedu langsung terbuang. “Tapi ini fungsinya sementara. Seharusnya dilanjutkan dengan transplantasi hati,” kata dia.
ARTIKA RACHMI FARMITA