TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung batal mengeksekusi terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu dinihari, 29 April 2015. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan penundaan eksekusi mati terpidana narkoba tersebut didasarkan pertimbangan kemanusiaan dan hukum.
"Kami menghargai upaya legal itu. Tentu akan kami usahakan untuk mencari otaknya," kata JK seusai menghadiri pembukaan Musyawarah Nasional Perencanaan Pembangunan Nasional di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu siang ini.
Pernyataan JK ini merujuk pada proses hukum di Filipina terhadap Maria Kristina Sergio alias Mary Christine Gulle Pasadilla. Ia adalah otak kasus penyelundupan narkoba ke Tanah Air yang dilakukan Mary Jane. Sebagaimana diberitakan media setempat, Maria Kristina menyerahkan diri ke kantor polisi daerah Nueva Ecija di kawasan Kota Cabanatuan pada Selasa kemarin.
JK mengaku tak khawatir penundaan eksekusi mati ini akan menjadi tren bagi terpidana mati lain yang sudah ditolak grasinya. Menurut JK, pemerintah akan berlaku sama terhadap semua terpidana mati jika memang ada bukti yang kuat. Selain itu, kata dia, harus dipastikan ada jaminan dari negara asal terpidana mati. "Sekali lagi, itu cuma ditunda sambil menunggu," JK menegaskan.
Pada Rabu dinihari, Kejaksaan mengeksekusi delapan terpidana mati di Nusakambangan. Mereka antara lain Andrew Chan (Australia) dan Myuran Sukumaran (Australia). Keduanya dikenal sebagai duo Bali Nine.
Terpidana mati lain adalah Martin Anderson (Nigeria), Raheem Agbaje (Spanyol), Rodrigo Gularte (Brasil), Sylvester Obiekwe Nwolise (Nigeria), Okwudili Oyatanze (Nigeria), dan Zainal Abidin (Indonesia). Sebenarnya, nama Mary Jane masuk daftar eksekusi tahap dua ini. Namun, menjelang pelaksanaan, proses eksekusi mati terhadap ibu dua anak ini ditunda.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pemerintah menerapkan prinsip kehati-hatian ketika memutuskan menunda eksekusi mati Mary Jane. Ia mengakui ada situasi terbaru yang membuat hak hukum dan keadilan Mary Jane dipenuhi.
Namun Menteri Retno membantah ada komunikasi antara Presiden Filipina Beniqno Aquino dan Presiden Joko Widodo menjelang eksekusi. "Komunikasi hanya dilakukan saat KTT ASEAN di Kuala Lumpur," ujar Retno.
FAIZ NASHRILLAH