TEMPO.CO, Jakarta - Mengenakan blazer hitam, celana jins, dan sepatu kulit, Larry Peh terlihat sepuluh tahun lebih muda. Tidak ada yang menyangka kalau pemilik firma “&Larry” itu sudah 38 tahun. Tapi prestasinya jauh melebihi ke-awet-muda-annya.
Dia meraih "Designer of The Year 2014" di Singapura. Ini merupakan penghargaan tertinggi bagi desainer—dalam bidang arsitektur, grafis, mode, hingga interior—yang diberikan oleh pemerintah negeri jiran itu.
Namun, Larry enggan menyebut dirinya desainer. “Saya lebih suka dipanggil konsultan kreatif,” katanya saat ditemui Tempo di National Design Center Singapura, bulan lalu.
Menurut dia, pekerjaan utama firmanya bukan membuat suatu desain, melainkan menemukan berbagai solusi. “Biasanya klien datang kepada kami dengan berbagai macam permasalahan, lalu kami pikirkan pemecahannya dengan desain."
Untuk itu, Larry punya banyak sekali portofolio. Dari seni instalasi, sepatu, katalog pusat belanja, hingga label pakaian. “Untuk label pakaian, saya baru akan meluncurkannya, bekerja sama dengan desainer asal Jepang,” kata Larry. Selain disebut sebagai desainer, lulusan Temasek Polytechnic ini disebut sebagai konsultan merek alias brand consultant.
Kliennya bermacam-macam, dari pusat belanja Takashimaya, restoran The Marmalade Pantry, kantor Google di Singapura, hingga produk pakaian dalam wanita Wacoal. Proyek yang dikerjakan firma &Larry pun terbentang dari kampanye advertising hingga bangunan. Tapi penghargaan bagi Larry diberikan justru karena serangkaian benda yang dia ciptakan melalui seri Objects.
Ada berbagai macam benda yang dia ciptakan, dari tempat tisu, pembuka amplop, ataupun lampu baca. Sering terselip kritik di balik karyanya. Sebut saja lampu yang tersusun dari tumpukan gulungan selotip itu. Ada aneka warna di sana, kecuali merah. Larry mengatakan desainnya itu berasal dari pertanyaan mendasar, kenapa ada begitu banyak selotip merah di Singapura?
"Selotip alias garis merah melambangkan sensor, sesuatu yang begitu merajalela di hari-hari warga Singapura. "Bagaimana desainer bisa merancang dengan bebas jika ada begitu banyak selotip merah," kata Larry.
Larry juga mendesain poster wanita telanjang dengan sensor kecil di payudara. Ini ditujukan untuk menyindir peredaran majalah dewasa dengan embel-embel “Unsuitable for Young” di Singapura.
Larry mengatakan tidak pernah menyangka dapat menyabet gelar tertinggi di bidang desain di negaranya itu. “Waktu kecil, saya hanya suka melihat banyak sekali majalah,” ujar dia. Melihat, membaca, dan membongkar koleksi majalah temannya, Larry tumbuh sebagai orang yang punya minat tinggi terhadap seni.
Tapi, dia tidak tertarik bekerja di media, meski pernah menjadi editor di sebuah majalah. Dia lebih sreg di dunianya yang sekarang di &Larry yang ia dirikan sepuluh tahun lalu. Nama firma yang unik itu bermakna dia menginginkan adanya kerja sama yang terbuka dengan berbagai pihak dalam desainnya.
Konsultan kreatif sekaligus desainer seperti Larry belum bisa ditemui di Indonesia. Satu sebabnya, karena pembagian sektor desain yang masih sangat kaku, antara interior, grafis, mode, dan lainnya. Kritik yang disempilkan dalam desain seperti itu juga sulit didapat di sini.
SUBKHAN