TEMPO.CO , Bangkok: Laporan dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime-UNODC) menyebutkan pelaku kejahatan penyelundupan imigran menghasilkan pendapatan tahunan sebesar US$ 2 miliar atau Rp 260 triliun.
Para penyelundup tersebut mendapatkan keuntungan yang fantastis dengan melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan memperbudak manusia. Mereka benar-benar mengeksploitasi para imigran yang awalnya diiming-imingi pekerjaan yang layak.
Para penyelundup imigran beroperasi dengan jaringan yang sangat fleksibel dan dapat beradaptasi terhadap perubahan keadaan dengan cepat, seperti mengubah rute-rute dalam menanggapi peningkatan pengendalian perbatasan.
Menurut UNODC, Asia Tenggara terus merupakan sumber transit dan tujuan penyelundupan imigran, dengan mayoritas penyelundupan terjadi di rute yang menjangkau sampai ke negara seperti Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat.
Perwakilan UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Jeremy Douglas, menegaskan imigran yang diselundupkan lebih sulit untuk diidentifikasi di antara jumlah imigran reguler yang terus meningkat dan menyertai integrasi regional.
“Pergerakan perlintasan manusia di Asia diperkirakan akan meningkat dengan pesat dan menuju tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, sebagai akibat dari proyek-proyek infrastruktur baru dan pembukaan perbatasan,” Kata Douglas.
Untuk menanggapi situasi tersebut, UNODC merekomendasikan penguatan pembuatan dan pemahaman data, dan memperbaiki peraturan perundang-undangan dan kebijakan nasional yang melindungi hak-hak imigran, serta membangun kapasitas operasional pada wilayah-wilayah perbatasan untuk mengidentifikasi, menyidik dan menuntut jaringan penyelundupan dan perdagangan orang, dan perlindungan korban.
YON DEMA