TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan tak ada solusi lain untuk menghapus prostitusi di DKI Jakarta. Wacana mendirikan lokalisasi prostitusi pun, menurut Ahok, sudah tentu bakal mental.
Penolakan itu disebabkan pertentangan dari banyak pihak. "Lokalisasi juga sebetulnya enggak mungkin bisa dilakukan karena secara undang-undang, KUHP kan melarang," kata Ahok, saat ditemui di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis, 30 April 2015.
Pasal 296 KUHP berbunyi, "Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 15 ribu." Inilah yang menurut Ahok membuat lokalisasi tak akan bisa dilakukan.
Becermin pada KUHP, Pemerintah Provinsi DKI, menurut Ahok, tak mungkin membuat lokalisasi prostitusi. "Saya cuma melempar wacana ini supaya orang sadar di Jakarta ada enggak sih lokalisasi. Ada Mangga Besar semua tahu, di Ancol daerah Kota. Seperti kotoran manusia saja ada buang air besar ya ada kotoran," ujar Ahok.
Ide membuka lokalisasi ini mencuat lagi di Jakarta setelah Ahok melontarkan gagasan itu. Ia meyakini selama manusia masih ada, prostitusi tak bisa dihilangkan. "Kami hanya bisa meminimalisasi. Orang ini dari zaman nabi kok bisa kerjanya begitu. Ada manusia pasti ada seperti itu," ujar Ahok.
Upaya yang bisa dijadikan solusi untuk meminimalisasi, katanya, salah satunya dengan mendata dan memeriksa identitas penghuni kosan dan rumah susun sewa. "Kos-kosan kami sikat. Kami sudah perintahkan lurah, camat, untuk turun di kota memeriksa semua kos," ujar Ahok.
Pemerintah DKI juga mewajibkan para penghuni rusunami atau rusunawa harus memiliki kartu tanda penduduk agar mudah dikontrol."Tapi kalau di hotel atau di mana kejadian saya enggak ada bukti. Di kantor juga bisa kejadian orang selingkuh. Ya susah saya kalau mau paksa gitu," kata Ahok.
AISHA SHAIDRA