TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Novel Baswedan, Muji Kartika Rahayu, mengatakan sejak awal penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri berniat menahan kliennya. Sebagai bukti, sejak pemeriksaan awal Jumat pagi, tim penyidik sudah menyiapkan surat penahanan Novel.
Meski Novel menolak, dia melanjutkan, penyidik tetap melakukan penahanan. "Tapi Novel menolak untuk menandatangani surat penahanan," kata Muji di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat, 1 Mei 2015.
Penyidik Bareskrim membawa Novel ke Markas Komando Brigade Mobil, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Bahkan Novel sengaja diminta memakai baju tahanan berwarna jingga dengan tangan diborgol. "Untuk apa dibawa ke Mako Brimob kalau tidak ditahan? Kalau hanya diperiksa seharusnya di Bareskrim saja," ujar Muji.
Alhasil, Muji menilai penyidik Bareskrim tidak mengindahkan perintah Presiden Joko Widodo yang menginstrusikan Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti untuk melepaskan Novel. "Jadi, ketika Jokowi minta Polri tak menahan Novel dan Kapolri mengiyakan, itu bohong," tutur Muji.
Anggota tim pengacara Novel lainnya, Nurkholis Hidayat, mengatakan rekonstruksi penyidik Bareskrim di Bengkulu juga menyiratkan upaya penahanan. Sebab, jika rekonstruksi dilakukan malam ini, Novel bakal dibawa penyidik lebih dari 24 jam. "Aturannya, pemeriksaan tak boleh lebih dari 1 x 24 jam."
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengatakan Novel didampingi seorang pengacara dalam rekonstruksi di Bengkulu. Sebenarnya, ujar dia, ada 23 pengacara lain yang ingin ikut. Namun, karena keterbatasan kuota kursi pesawat, hanya seorang pengacara yang diperbolehkan mendampingi Novel.
Novel diduga terlibat kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet pada 2004. Saat itu dia menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Umum Kepolisian Resor Kota Bengkulu. Novel disebut menembak dan menyiksa empat pencuri tersebut. Seorang di antaranya meninggal, sementara pelaku lainnya luka berat.
INDRA WIJAYA