TEMPO.CO, Yogyakarta - Eka Mayasari, 27 tahun, alumnus Universitas Gadjah Mada yang ditemukan tewas bersimbah darah, terkenal ulet. Di samping kuliah, Eka juga berjualan angkringan. Bahkan, Eka pernah berjualan bubur kacang hijau di daerah Baciro, Gondokusuman, Yogyakarta.
Ia baru membuka warung angkringan yang digunakan untuk kos di Jalan Janti, Karang Jambe, Banguntapan, Bantul, selama tiga bulan. Bangunan kios itu disekat untuk berjualan dan kamar tidur.
"Baru tiga bulan, ia oper kontrak sama yang menyewa sebelumnya," kata pemilik kontrakan Sujilah, 66 tahun, saat ditemui di rumahnya, Minggu, 3 Mei 2015.
Ia bercerita Eka merupakan perempuan yang mudah bergaul. Temannya banyak dan dagangannya laris. Eka hanya berjualan di malam hari. Pagi hingga siang digunakan untuk beristirahat.
Di sisi lain, saat menyewa kamar toko itu, Eka pernah bercerita kepada Sujilah bahwa ia berasal dari Riau. Ia mandiri membiayai kuliahnya. Bapaknya sudah bercerai dengan ibunya yang kini di Jakarta. Bapaknya merupakan warga negara Taiwan.
"Anak itu cantik, putih. Bapaknya kan dari Taiwan," kata dia.
Sebelum menyewa kamar itu, Eka sempat dirawat karena menjadi korban tabrak lari. Ia menderita retak tulang punggungya. Setelah sembuh, ia tetap berwiraswasta.
Eka ditemukan tewas bersimbah darah dan tubuhnya lebam akibat pukulan. Ia diduga juga diperkosa sebelum dibunuh. Sebab, di antara selangkangannya ada darah keluar hingga ke kaki bawah.
Suwarsono, 65 tahun, tukang parkir yang dekat dengan lokasi, mengatakan, setiap malam warung Eka ramai. Sebab, banyak mahasiswa yang kos di kawasan jalan layang Janti itu. Ada beberapa perguruan tinggi yang ada di kawasan yang berdekatan dengan markas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara itu.
"Kalau siang kan tidak buka. Malam ramai," kata Suwarsono.
MUH SYAIFULLAH