TEMPO.CO, Madrid – Jika Carlo Ancelotti memiliki noda dalam kariernya yang sukses sebagai pelatih, maka itu adalah kiprahnya saat menangani Juventus, klub yang akan dihadapi pelatih Real Madrid ini di semifinal Liga Champions.
Juventus merupakan tantangan besar pertama yang dihadapi Ancelotti sebagai pelatih pada 1999 setelah kiprahnya di Reggiana dan Parma. Tapi ia dipecat pada 2001 setelah satu tahun setengah menangani klub itu dan membawanya memenangi Piala Intertoto 1999.
Pada musim yang sama, La Vecchia Signora hanya finis di posisi kedua Serie A, kalah satu poin dari Lazio yang keluar sebagai juara. Kedua pencetak gol terbanyak Juventus, Filippo Inzaghi dan Alessandro Del Piero, tak mampu membawa klub asal Turin itu meraih prestasi yang signifikan.
Pada musim 2000/2001, Ancelotti dan Juventus kembali meraih hasil yang mengecewakan. Mereka lagi-lagi finis di peringkat kedua Serie A dan tersingkir di fase grup Liga Champions dengan hanya meraih enam poin dari enam pertandingan.
Tak salah jika Ancelotti tak pernah menyukai pengalamannya sebagai pelatih Juventus. "Saya tak pernah menyukai Turin. Gaya hidupnya di sana terlalu glamor, sangat jauh dari kebiasaan hidup saya. Juventus adalah tim yang tidak pernah saya cintai dan mungkin tak akan pernah saya cintai," tulis pelatih asal Italia itu dalam otobiografinya yang berjudul My Christmas Tree.
"Juventus adalah ekosistem yang baru buat saya dan saya tak pernah merasa nyaman di sana. Saya hanya seperti sebuah onderdil dalam sebuah mesin. Umberto Agnelli (pemilik Juventus) yang selalu membuat keputusan, tapi saya sangat menyukai putranya, Andrea (Presiden Juventus saat ini)", tutur Ancelotti.
MARCA | A. RIJAL