Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisruh Keraton Yogya, Langkah Sultan Permainan Ketoprak  

image-gnews
Gubernur DIY Sri Sultan HB X berbincang dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh saat menggelar silaturahmi bersama 18 menteri pendidikan negara anggota East Asia Summit (EAS) di Bangsal Manis Keraton Yogyakarta, Selasa (3/7). TEMPO/Pribadi Wicaksono
Gubernur DIY Sri Sultan HB X berbincang dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh saat menggelar silaturahmi bersama 18 menteri pendidikan negara anggota East Asia Summit (EAS) di Bangsal Manis Keraton Yogyakarta, Selasa (3/7). TEMPO/Pribadi Wicaksono
Iklan

TEMPO.COJakarta - Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X mengganti nama putri sulungnya dari GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram. Pekan lalu, Sultan mengeluarkan perintah untuk mengubah nama Buwono menjadi Bawono dan menghilangkan gelar Khalifatulah. 

Banyak yang curiga langkah itu merupakan upaya raja yang tidak memiliki anak laki-laki ini menurunkan kekuasaannya kepada anak kandungnya, bukan kepada adik laki-lakinya.  "Itu hanya permainan ketoprak saja,” ucap pemerhati keraton, Heru Wahyu Kismoyo, menyikapi peristiwa itu, Selasa, 5 Mei 2015.

Heru mengatakan penggantian nama GKR Pembayun tak lebih dari urusan internal keluarga Sultan HB X. Peristiwa itu tak bisa disebut sebagai peristiwa yang berkaitan dengan urusan Kasultanan Yogyakarta. “Ini hanya lelucon, entertain saja,” ujarnya.

Pemberian nama Mangkubumi itu, tutur dia, juga aneh. Alasannya, dalam tradisi Kasultanan Mataram Islam, nama itu hanya diperuntukkan bagi laki-laki. “Baru kali ini dipakai untuk perempuan,” katanya.

Jika prosesi itu benar merupakan pengangkatan putra mahkota, ujar pengajar di Universitas Widya Mataram, Yogyakarta itu, pengangkatan yang terjadi tidak sah. Alasannya, pengangkatan itu berlangsung di luar kelaziman. “Biasanya, putra mahkota adalah laki-laki,” ucapnya.

Menurut dia, pengangkatan putra mahkota merupakan prosesi adat yang berlandaskan paugeran (hukum keraton). Hukum itu bersumber dari syariat agama Islam. “Ini legal formalnya,” tuturnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat ini, kata dia, ada sebelas putra Sultan Hamengku Buwono IX yang lebih berhak menjadi putra mahkota. Mereka tak dilibatkan dalam proses yang berlangsung hari ini.

Sultan HB X, menurut dia, kini telah meninggalkan tradisi demokratis yang ditanamkan pendahulunya, yakni HB IX. 

Contohnya saja, pengangkatan HB X menjadi raja merupakan hasil kesepakatan keluarga dan saudara-saudara. “Mestinya proses demokrasi ini jangan dibalik sekarang ini,” kata Heru. 

ANANG ZAKARIA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

5 hari lalu

Raja Keraton Yogya Sri Sultan HB X saat melaunching Museum Kereta Keraton Yogyakarta yang kini berganti nama menjadi Kagungan Dalem Wahanarata Selasa (18/7). Dok.istimewa
Sultan Hamengku Buwono X Gelar Open House setelah Absen 4 Kali Lebaran, Ada Jamuan Tradisional

Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X absen gelar open house selama empat tahun karena pandemi Covid-19.


Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

6 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

8 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

17 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

32 hari lalu

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X (kiri) dan  Wakil Gubernur DIY Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan usai pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY di Istana Negara, Jakarta, Senin 10 Oktober 2022. Presiden Joko Widodo melantik Sri Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam X sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY masa jabatan 2022-2027 sesuai dengan Undang-Undang No. 13/2012 tentang Keistimewaan DIY. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Sultan Hamengku Buwono X Heran Kasus Antraks di Sleman dan Gunungkidul Muncul Kembali, Karena Tradisi Ini?

Sultan Hamengku Buwono X mengaku heran karena kembali muncul kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul Yogyakarta. Diduga karena ini.


60 Event Meriahkan Hari Jadi DI Yogyakarta sampai April, Ada Gelaran Wayang dan Bazar

37 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
60 Event Meriahkan Hari Jadi DI Yogyakarta sampai April, Ada Gelaran Wayang dan Bazar

Penetapan Hari Jadi DI Yogyakarta merujuk rangkaian histori berdirinya Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

38 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

38 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

39 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

53 hari lalu

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.