TEMPO.CO, Jakarta - Tinggi badan nyaris membuat dunia kehilangan seorang pemain sepak bola terbaik: Lionel Messi. Saat ia berumur 11 tahun dan masih berlatih di kampung halamannya, di Rosario, Argentina, Messi divonis kekurangan hormon pertumbuhan. Tingginya cuma 1,28 meter. "Waktu itu saya selalu menjadi anak paling kecil, baik di lapangan maupun di sekolah," kata dia dalam buku biografinya, Messi.
Messi kecil butuh suntikan hormon saban malam, tujuh hari pada kaki kiri, tujuh hari berikutnya pada kaki kanan. Begitu seterusnya. Harganya setara Rp 19,5 juta per bulan, jauh di atas kemampuan keluarganya. Pada 2000, Barcelona datang dengan jaminan membiayai terapi hormon tersebut. Kini, seperti tertera pada situs resmi Barcelona, tinggi Messi 1,73 meter, sesuai dengan tinggi rata-rata laki-laki Argentina.
Aman Pulungan, dokter spesialis hormon anak di AP&AP, klinik anak, pertumbuhan, dan diabetes, menghadapi segudang anak yang memiliki masalah yang sama dengan Messi muda. Dianggap kontet tidak hanya membuat mereka minder, di-bully, dan ditindas, tapi juga menghalangi impian dan cita-cita mereka.
"Ada yang terus menerus duduk di bangku cadangan dalam pertandingan basket, ada juga yang tidak bisa mendaftar menjadi pilot," ujar Aman dalam diskusi pertumbuhan anak di Klinik AP&AP di Kuningan, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu. Rata-rata sekolah penerbangan di Indonesia mematok tinggi minimal 1,7 meter untuk laki-laki dan 1,65 meter untuk perempuan.
Untuk memantau tinggi badan, kita harus memperhatikan fase pertumbuhan. Pertama adalah saat dalam kandungan, yang mempengaruhi 30 persen tinggi badan. Selanjutnya, antara masa pasca-kelahiran dan 1,5 tahun, dengan tingkat pengaruh 15 persen.
Baca Juga:
Menurut Aman, rentang usia paling menentukan adalah antara 1,5 dan 12 tahun. "Masa ini menyumbang 40 persen tinggi badan," katanya. Terakhir, masa pubertas sampai 18 tahun untuk perempuan dan 21 tahun untuk laki-laki, dengan pengaruh 15 persen.
"Namun kebanyakan orang tua baru mempermasalahkan tinggi badan anaknya sesudah pubertas," ujar Aman. Seharusnya, dengan melihat fase pertumbuhan, tinggi anak dipantau sejak lahir, bahkan dalam kandungan. Menurut dia, orang tua harus mencukupi kebutuhan kalsium dan vitamin anak, terutama vitamin D, untuk. Cara paling mudah, Aman melanjutkan, adalah memperbanyak aktivitas di luar ruangan dan terpapar matahari.
Ironisnya, Indonesia, yang kaya akan matahari, menempati tempat terendah untuk tinggi badan laki-laki (lihat boks). Tinggi rata-rata pria kita hanya 1,58 meter, jauh di bawah Malaysia, (1,64 meter). Penelitian Aman dan rekan-rekannya di beberapa sekolah dasar di Jakarta mendapati hanya 9,2 persen anak dengan kadar vitamin D normal, sedangkan 16,7 persen anak kekurangan kalsium.
Intervensi medis dilakukan jika, seperti yang dialami Messi kecil, ada kekurangan hormon. Menurut Aman, terdapat tiga hormon yang menentukan, yaitu pertumbuhan, tiroid—berperan untuk metabolisme—dan seks. "Rata-rata anak itu terlambat pubertasnya," katanya.
Hal yang juga perlu diperhatikan orang tua adalah menjaga rasa percaya diri si cebol. Selalu ada kelebihan dibalik kekurangan. Messi mungkin tidak akan terpilih menjadi pemain terbaik dunia jika tidak sempat kekurangan hormon. "Menjadi pemain paling kecil di lapangan memberi saya kesempatan untuk berlari lebih cepat dan lincah," ujar Messi, 27 tahun, yang dijuluki Si Kutu.
NUR ALFIYAH | REZA MAULANA | TELEGRAPH