TEMPO.CO , Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Hanura Dossy Iskandar pasrah apabila Presiden Joko Widodo memangkas jatah menteri dari partainya. Dossy mengatakan kocok ulang menteri kabinet urusan Presiden Jokowi.
"Karena itu kan hak prerogatif Presiden, asal jangan sampai hak itu disalahartikan saja," kata Dossy, saat dihubungi, Jumat, 8 Mei 2015. "Susunan kabinet dan komposisi kursi untuk Partai Hanura, saya kira saat ini sudah proporsional."
Dalam kabinet Jokowi, sejumlah partai pendukung mendapat jatah menteri. PDI Perjuangan mendapat jatah 4 menteri, PKB memperoleh 4 menteri, Partai NasDem mendapat 3 menteri. Partai Hanura mendapat 2 kursi menteri, dan PPP kubu Romahurumuziiy dengan 1 menteri.
Menurut Dossy, susunan kabinet sekarang partainya paling sedikit mendapat jatah menteri. Jika ada perombakan, partainya memang terancam tak memilki tempat lagi. "Yang penting kami selama ini sudah sering melakukan koordinasi juga dengan Presiden, kami selalu mendukung program Presiden," ujarnya.
Dossy menambahkan, komunikasi dengan ketua umum partai pendukung pemerintah juga lancar. "Tapi kami tidak dalam kapasitas meminta jatah kursi tambahan." Dia meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk obyektif terhadap kinerja para menteri jika ingin merombak kabinet.
Isu perombakan kabinet dilontarkan Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa waktu lalu. Kinerja empat menteri ekonomi paling disorot, yaitu Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel.
Mereka dinilai tak berprestasi. Guru besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Mudrajad Kuncoro, menganggap wajar bila keempat menteri tersebut sering disebut layak diganti karena belum punya konsep dan arah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. “Mereka belum menunjukkan geregetnya, perekonomian malah terus memburuk,” katanya, kemarin.
Kuncoro menunjuk contoh kinerja Kementerian BUMN yang melempem. Indikatornya adalah pelemahan harga saham sejumlah perusahaan negara yang masuk bursa. Sedangkan Kementerian Keuangan dinilai gagal menjaga nilai tukar rupiah. Persoalan lain adalah tingkat inflasi yang tinggi dan pertumbuhan yang melemah.
REZA ADITYA