TEMPO.CO, Yogyakarta - Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti tetap mengakui Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sultan Hamengku Bawono X sebagai Raja Keraton Yogyakarta. “Kami pasrahkan saja semua ke keraton, dan tetap mengakui Sultan sebagai raja sekaligus gubernur, dengan tugas yang sudah diatur undang-undang,” ujar Haryadi Senin 11 Mei 2015.
Haryadi menuturkan, saat ini roda pemerintahan dan koordinasi Pemerintah DIY dan kota Yogyakarta baik-baik saja dan tak terdampak apapun akibat kisruh sabda raja itu. “Kami tidak mau intervensi atau ikut campur yang bisa membikin suasana makin keruh. Sesuai jalurnya saja dan selesai di tingkat internal,” katanya.
Sebelumnya sejumlah pengamat dan anggota DPRD DIY menyatakan konsekwensi penggantian nama Raja Keraton Yogyakarta itu dari Sultan Hamengku Buwono X menjadi Sultan Hamengku Bawono X dan perubahan gelarnya menimbulkan masalah hukum. Karena Undang-Undang nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY menyebutkan gubenur adalah Sultan Hamengku Buwono yang bertahta. “Kan itu sudah berbeda (dengan Undang-Undang),” kata dosen Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Ni'matul Huda Rabu 6 Mei 2015.
Jadi, ujarnya, selama gelar yang disandang Sultan adalah Bawono, siapapun sultan yang bertahta tak bisa begitu saja menjadi gubernur DIY. “Tak bisa otomatis jadi gubernur,” katanya.
Wakil Ketua DPRD DIY Arif Noor Hartanto mengatakan pengubahan nama dan gelar Sultan memang urusan internal keraton. Tami masalah yang terjadi di internal keraton itu pasti akan berdampak pada pelayanan publik pemerintah DIY. “Suka atau tidak suka, wilayah internal itu menjadi tak terpisah dengan pelayanan publik,” katanya.
Pernyataan Arif itu diamini Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Kota Yogyakarta Untung Supriyanto. Dia khawatir polemik Sabda Raja ini akan mempengaruhi roda pemerintahan di wilayah Yogyakarta. “Raja kan seorang gubernur, potensi merembetnya polemik internal keraton itu ke urusan pemerintahan jelas besar sekali. Mulai dari konsentrasi Sultan menghadapi masalah ini dengan tugasnya sebagai kepala pemerintahan yang bersamaan,” ujar Untung.
Menurut dia, pemerintah DIY saat ini sangat tergantung dengan meredanya urusan internal keraton. Dia mengatakan, salah satu yang dituntut masyarakat adalah paugeran keraton ditegakkan dan tak diotak-atik. “Jalannya harus lewat itu untuk meredakan. Sultan (harus) mendengar masyarakat.”
PRIBADI WICAKSONO