TEMPO.CO , Jakarta:Apa yang terjadi jika rumah Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mati air? Yang jelas, menurut Ahok, pasti menjengkelkan. Gangguan pasokan air ternyata sering dialami Gubernur Ahok, di komplek perumahannya, kawasan Pluit Jakarta Utara.
Saking seringnya mengalami krisis air, Ahok sampai hafal dua momen saat air bersih di rumahnya tak mengalir. "Pasti saat Natal dan Imlek itu airnya mati," kata Ahok di Pulogadung, Selasa, 12 Mei 2015.
Dalam kondisi krisis air, tak ada pilihan bagi Ahok untuk membeli air bersih yang dipasok truk tangki. Ahok lantas membeberkan harga yang harus ditebus untuk setangki truk air yakni Rp 150 ribu.
Bahkan, kata Ahok, dirinya pernah mendengar cerita kawannya yang sampai merogoh kocek dalam-dalam untuk sekadar membeli air bersih. Ahok menyebut rumah kawannya itu sangat besar dan butuh pasokan air yang tak sedikit. "Bisa sampai Rp 20 juta dia beli air untuk kebutuhan sebulan," Ahok menambahkan. Dengan harga yang kompetitif begitu, menurut Ahok, tak jarang banyak orang di Jakarta Utara mandi dengan air galon, karena lebih murah.
Ahok menyebut dia perlu mengeluarkan Rp 16-20 ribu untuk satu galon air. Dia bisa habis sampai Rp 5 juta sebulan untuk membeli air bersih dari truk tangki. Hal ini membuat mantan Bupati Belitung Timur itu prihatin dan kecewa dengan kinerja PT Palyja dan PAM Jaya dalam menjamin pasokan air bersih untuk warga. "Tanpa diberi tahu, saya sudah paham kalau air mati saat truk tangki lewat depan rumah," kata Ahok.
Menurut Ahok, kondisi ini harusnya ditangkap sebagai peluang besarnya jumlah permintaan air bersih di DKI. Tapi, kata Ahok, PAM Jaya yang dimiliki pemerintah DKI belum jeli menerjemahkan kebutuhan air ini sebagai ceruk bisnis yang menguntungkan. Alih-alih melakukan ekspansi teknologi, ujar Ahok, PAM Jaya malah terkesan lamban dalam mengembangkan infrastruktur di sektor distribusi air bersih.
Juru bicara PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), Meyritha Maryanie, membenarkan pasokan air bersih di wilayah Jakarta Utara sering mati. Karena, sejak 1998 sampai 2015, tidak ada tambahan pasokan air baku sedangkan pelanggan meningkat. Menurut Meyritha, pada 1998 pelanggannya mencapai 200 ribu dan tahun ini, ada 500 ribu. "Dari tahun itu, tetap saja alirannya 8.300 liter per detik," kata dia ketika dihubungi Tempo, Selasa, 12 Mei 2015.
Air itu, ucap Meyritha, pasokannya berasal dari Barat Jakarta yang dekat dengan Sungai Ciliwung. Karena bertambahnya pelanggan air, tentu saja pasokan yang dialirkan ke rumah tidak cukup.
RAYMUNDUS RIKANG | HUSSEIN ABRI YUSUF