TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal Fuad Basya memastikan lembaganya tetap terus melakukan uji keperawanan bagi calon prajurit perempuan. Fuad berujar tes itu diperlukan demi mengungkap kesehatan mental calon prajurit. "Kami belum bisa mengikuti keinginan lembaga hak asasi manusia karena syarat masuk tentara harus lulus tes keperawanan," kata Fuad saat dihubungi, Kamis, 12 Mei 2015. (Baca: Cerita Miris Prajurit Wanita TNI Saat Tes Keperawanan)
Lembaga hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) sebelumnya mendesak agar tes keperawanan untuk calon prajurit perempuan dan calon istri anggota TNI dihapuskan. HRW mewawancara 11 perempuan yang harus mengikuti tes tersebut dan mengatakan bahwa uji keperawanan tersebut membuat mereka sakit, malu, dan trauma. HRW menyatakan tes keperawanan atau tes dua jari tak ada hubungannya dengan keamanan nasional dan diskriminatif. (Baca: Tes Keperawanan Tentara Perempuan Diklaim Tes Mental)
Fuad menjelaskan seorang calon prajurit perempuan harus diperiksa keperawanannya oleh dokter. Bila ternyata tidak perawan, dokter akan memeriksa lebih lanjut penyebab perempuan tersebut tak lagi perawan. "Mungkin karena kecelakaan, sakit, tapi bisa juga karena kelakuan atau kebiasaan," ujar dia. Bila alasan kehilangan keperawanan adalah karena kelakuan dan kebiasaan yang terbentuk dari hubungan seksual, Fuad menyebut mental calon prajurit itu tidak baik.
Dengan demikian, satu faktor dari tiga syarat di atas tak terpenuhi sehingga calon prajurit tak akan diterima dalam satuan tentara. Tes keperawanan untuk perempuan telah dilakukan TNI selama puluhan tahun. Fuad menyebutkan, syarat masuk seluruh angkatan di TNI salah satunya adalah tes keperawanan yang menjadi bagian dari pemeriksaan kesehatan. (Baca pula: Tes Keperawanan Tentara Perempuan Didesak untuk Dihapus)
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA