TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan meminta media bersikap obyektif dalam pemberitaan soal prostitusi. "Karena ini harus disikapi kritis," kata Komisioner Komnas Perempuan Budi Wahyuni kepada Tempo, Jumat, 15 Mei 2015.
Budi Wahyuni menjelaskan, media dan masyarakat harus memahami lebih dulu bagaimana seorang pelaku prostitusi berada di dunia itu. "Kita perlu tahu apa yang membuat dia terjebak di sana," ujarnya.
Sebab, Budi berpendapat, pelaku prostitusi punya latar belakang berbeda-beda yang membuatnya masuk ke dunia itu. Misalnya ada persoalan ekonomi. "Atau bisa jadi dia tertekan, sehingga dieksploitasi oleh muncikari," ujarnya.
Dalam prostitusi kelas atas yang melibatkan kalangan artis, Budi mengatakan, banyak pelaku merasa terancam oleh muncikari, sehingga tak bisa lepas dari dunia prostitusi. "Misalnya dia diancam akan dibongkar aibnya itu," katanya.
Komnas Perempuan memandang para pelaku prostitusi sebagai korban yang harus diselamatkan. "Yang harus dihukum adalah muncikarinya, yang melakukan perdagangan orang," kata Budi.
Apalagi, pelaku prostitusi sangat rentan tertular penyakit seksual menular. "Kita bisa bayangkan, mereka terpaksa berganti pasangan," ujarnya.
Intinya, Budi meminta masyarakat melihat penyebab seseorang menjadi pelaku prostitusi. "Dari pesan-pesan yang beredar tampak si perempuan yang menginginkan, padahal belum tentu seperti itu. Prostitusi itu bisa jadi ada karena muncikari," katanya.
NINIS CHAIRUNNISA