TEMPO.CO , Jakarta: Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Ahmadi Noor Supit, mengatakan PT Pertamina (Persero) Tbk harus mengevaluasi perhitungannya dalam menetapkan harga bahan bakar minyak. Dia juga meminta agar Pertamina mau membuka perhitungan itu ke publik.
Supit meyakini, tanpa menaikkan harga pun, Pertamina masih untung. Ia membandingkan harga minyak dunia saat masih US$ 106 per barel dengan kondisi saat ini sekitar US$ 61 per barel, harga BBM di dalam negeri hampir sama.
“Nilai tukar rupiah pasti mempengaruhi, tapi saya yakin ada yang tidak efisien di tubuh Pertamina,” kata Supit saat dihubungi, Sabtu, 16 Mei 2015.
Batalnya kenaikan harga BBM jenis tertentu per 15 Mei oleh Pertamina, menurut Supit, merupakan langkah tepat. Ia menganggap Pertamina sama sekali tak perlu menaikkan harga BBM. “Dengan harga yang sekarang saja saya yakin mereka masih untung besar,” kata Supit.
Ketua Komisi Energi Kardaya Warnika mengatakan, dengan batalnya kenaikan harga BBM jenis tertentu, akan ada selisih biaya. Penanggungan selisih biaya ini bagaikan simalakama. Jika ditanggung pemerintah, akan melanggar Undang-Undang APBN Perubahan. Sebab, dalam UU APBN-P 2015, tak lagi disediakan dana cadangan untuk energi. “Kami sudah tawarkan saat pembahasan APBN-P, tapi ditolak pemerintah,” kata dia.
Penanggungan selisih biaya oleh Pertamina juga sama mentoknya. Karena itu akan melanggar Undang-Undang Perseroan yang menyebutkan perusahaan persero tak boleh diniatkan merugi.
Kardaya meminta Pertamina membuka penghitungan harga BBM agar masyarakat bisa ikut menghitung dan memperkirakan harga BBM. “Kalau pakai formula yang ada sekarang, dihitung pun harganya tak sama,” kata dia.
TRI ARTINING PUTRI