TEMPO.CO, Jakarta - Ruhut Sitompul, anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, menyarankan seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tak diurus sendiri oleh Panitia Seleksi Pimpinan KPK, tapi melibatkan unsur kepolisian dan kejaksaan. Pelibatan dua lembaga penegak hukum itu untuk memastikan rekam jejak calon pemimpin KPK.
"Kalau cuma ditelusuri oleh Panitia Seleksi, memangnya mereka tahu isi perut semua orang?" kata Ruhut melalui sambungan telepon, Kamis, 21 Mei 2015. "Yang tahu itu polisi dan jaksa."
Presiden Joko Widodo baru saja memilih sembilan nama anggota Pansel Pimpinan KPK. Latar belakangnya cukup beragam, dari ahli hukum, ahli keuangan, sosiolog, ahli teknologi dan informasi, hingga psikolog. Mereka bertugas menghimpun dan menelusuri rekam jejak pendaftar jabatan lima pemimpin KPK yang bakal lowong Desember mendatang.
Tidak adanya pelibatan kepolisian dan kejaksaan, ucap Ruhut, menjadi penyebab buruknya hasil seleksi pimpinan KPK periode lalu. Itu terlihat dari mudahnya komisioner KPK bermasalah secara hukum. "Pansel itu suka-suka saja. Nah, sekarang jadi tragedi," ujar politikus Demokrat itu.
Pelibatan kepolisian dan kejaksaan, menurut Ruhut, juga akan menghindari komisioner KPK tersandera oleh kasus di kepolisian. Dia mencontohkan kasus yang menyeret Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang menjadikan keduanya sebagai tersangka. Kasus itu terjadi sebelum mereka menjadi komisioner KPK. "Kalau polisi terlibat sejak awal, saya kira mereka tidak akan aneh-aneh," tuturnya.
Ruhut mengaku akan menyampaikan langsung usulan tersebut kepada Pansel. Mereka akan diundang ke Dewan dalam waktu dekat untuk membahas perekrutan pimpinan KPK. "Akan kami arahkan mereka."
TRI SUHARMAN