TEMPO.CO , Jakarta: Presiden Joko Widodo sering melakukan lobi dengan mengundang para pemangku kepentingan untuk makan bersama. Mulai dari pedagang kaki lima di Solo, pengamat politik, hingga mahasiswa pernah diundang Jokowi makan bersama.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menyebut gaya lobi politik Jokowi itu sebagai teknik diplomasi tingkat tinggi. "Kalau kita belajar komunikasi level diplomat, gaya Jokowi ini termasuk level tinggi," kata Yunarto saat dihubungi, Kamis, 21 Mei 2015.
Yunarto menyebut diplomasi makan malam sudah dilakukan sejak zaman kerajaan dulu dan masih diterapkan oleh banyak pemimpin dunia. Melalui diplomasi gaya ini, ujar Yunarto, perasaan berjarak yang biasanya dimiliki pemimpin langsung cair dengan sendirinya.
Menurut Yunarto, lobi makan siang yang dilakukan Jokowi adalah keunggulan yang merupakan turunan dari gaya kepemimpinannya. "Ini membuat Jokowi terkesan lebih humanis, beda dengan pemimpin lain."
Yunarto yang pernah diundang Jokowi makan siang di Istana Negara bersama sejumlah pengamat politik lain mengatakan Jokowi tak berbeda saat di ruang publik maupun saat duduk bersama untuk makan. Jokowi, kata Yunarto, jarang memulai pembicaraan apalagi mendominasi percakapan. "Dia cenderung mendengar dan lebih banyak menerima masukan baru berbicara."
Jokowi juga dapat menerima kritikan dengan baik. Yunarto menuturkan Jokowi hanya tertawa dan senyum-senyum saat pengamat melontarkan berbagai kritikan padanya. Karena merasa tak berjarak, Jokowi pun membocorkan cerita-cerita di belakang panggung yang tak diberitakan oleh media. "Dia pesan jangan dibuka," kata Yunarto.
Walau begitu, Yunarto mengingatkan Jokowi agar selektif memilih pemangku kepentingan yang diundang duduk bersama. Sebagai presiden, ujar Yunarto, waktu JOkowi terbatas untuk melakukan diplomasi makan. Karena itu, Jokowi harus benar-benar memahami pemangku kepentingan mana yang penting untuk diajak makan.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA