TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi masuk dalam Program Legislasi Nasional 2015. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Enny Nurbaningsih mengatakan timnya sudah menyusun naskah akademik untuk menguatkan konsep RUU tersebut.
"Kami ingin nanti tidak ada hal-hal yang bertentangan ketika sudah jadi undang-undang," kata Enny di kantornya, Jakarta Timur, Senin, 25 Mei 2015.
Dia pun rutin menggelar diskusi dan konsultasi dengan berbagai pihak agar nantinya tidak ada yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Kosntitusi sebagaimana yang terjadi pada UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau UU Nomor 27 tahun 2004.
Enny berusaha RUU Komisi Kebenaran ini bisa segera masuk ke Prolegnas DPR secepatnya. "Mendorong paling tidak di masa sidang ini. RUU sudah ada, naskah akademik sudah ada," kata dia.
Menurut Enny, RUU kali ini sudah memasukkan rekomendasi MK ketika membatalkan undang-undang sejenis pada 2006 lalu. Rekomendasi tersebut yakni mewujudkan rekonsiliasi dalam bentuk kebijakan hukum yang serasi dengan UUD 1945 dan instrumen HAM yang berlaku secara universal. MK juga merekomendasikan agar pemerintah melakukan rekonsiliasi melalui kebijakan politik dalam rangka rehabilitasi dan amnesti secara umum.
Ahli hukum pidana Harkristuti Harkrisnowo mengatakan Komisi Kebenatan merupakan transitional justice. Artinya, konsep keadilan yang diadaptasi pada masyarakat yang sedang bertransformasi diri setelah melampaui rezim di mana pelanggaran HAM banyak terjadi. Sehingga, bentuknya bukanlah peradilan khusus.
"Dilakukan melalui pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi," ujar Harkristuti.