TEMPO.CO, Jember - Universitas Jember, Jawa Timur, Senin, 25 Mei 2015, menggelar lokakarya penyusunan naskah akademik pengusulan tokoh kharismatik Nahdatul Ulana, KH Achmad Siddiq, sebagai Pahlawan Nasional.
Acara berlangsung di Aula Pertemuan Fakultas Hukum Universitas Jember. Sejumlah tokoh NU tampak hadir. Di antaranya KH Muchith Muzadi, Gus Sholahuddin Wakhid serta KH Afifudin Muhajir.
"Kami akan memprakarasai usulan untuk menjadikan KH Achmad Siddiq sebagai Pahlawan Nasional," kata Rektor Universitas Jember, Mochamad Hasan, saat membuka acara tersebut.
Hasan mengatakan, peran KH Achmad Siddiq sangat besar dalam mencairkan ketegangan yang terjadi antara organisasi kemasyarakatan, termasuk NU, dengan pemerintah Orde Baru pada 1980-an. "Ada kecurigaan pemerintah dengan ormas, karena Pancasila belum bisa diterima sebagai asas organisasi," ujarnya.
KH Muchit Muzadi sangat mendukung upaya menjadikan KH Achmad Siddiq sebagai pahlawan nasional. "Mental seorang pahlawan nasional itu ada pada KH Achmad Siddiq," ucap kiai sepuh yang akrab disapa Mbah Muchit, yang merupakan sahabat KH Siddiq ketika sama-sama nyantri di Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang.
Adapun Gus Sholah mengatakan, meski dinilainya terlambat, menjadikan Kyai Siddiq sebagai Pahlawan Nasional sudah tepat. "Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali," tuturnya.
Menurut Gus Sholah, peran KH Achmad Siddiq sangat besar dalam kehidupan bernegara. Dia mengatakan, kalau masalah Pancasila belum selesai, seperti apa jadinya negara Indonesia. “Bisa jadi mengalami konflik yang tidak berkesudahan, seperti di Timur Tengah," katanya.
Makalah yang disusun Kiai Siddiq meyakinkan ulama-ulama NU menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan dasar setiap organisasi. "Itu sumbangsih yang luar biasa. Sudah selayaknya pemerintah memberikan penghargaan kepada almarhum Kiai Achmad Siddiq dengan gelar pahlawan nasional," ujar Gus Sholah.
Gus Sholah berharap tahun depan almarhum KH Achmad Siddiq sudah mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
KH Achmad Siddiq lahir di Jember, 24 Januari 1926 dan wafat 23 Januari 1999 saat berumur 64 tahun. Dia adalah salah satu kader KH Wahid Hasyim, putra KH Hasyim Asyari.
Kiai Siddiq pernah menduduki posisi paling penting dalam NU, yakni sebagai Rais Am dalam Muktamar NU di Situbondo. Kemudian bersama Gus Dur terus membedarkan NU hingga menjadi ormas Islam yang dikenal hingga di luar negeri. Peran Kiai Siddiq, dengan era yang berda, tak kalah pentingnya dengan KH Abdul Wahab Chasbullah asal Jombang, yang ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada November 2014.
Koordinator lokakarya, Nurul Ghufron, mengatakan pengusulan KH Achmad Siddiq sebagai pahlawan nasional dilakukan secara obyektif tanpa didasari emosional. Sebab secara historis bisa ditelusuri kelayakannya.
Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Jember itu menjelaskan telah mengumpulkan sejumlah hasil pemikiran KH Achmad Siddiq. "Pemikiran beliau saat itu sangat menjernihkan dan merupakan solusi kebuntuan," ucap Nurul.
DAVID PRIYASIDHARTA