TEMPO.CO, Sidoarjo - Gara-gara ada lumpur Lapindo, seorang pengusaha pembuat sofa dari rotan, Andi Susila, sempat menjadi sopir. Menurut Andi, pekerjaan itu dilakoninya karena dia tidak mempunyai modal setelah perusahaannya terkena luapan lumpur Lapindo.
"Saya sempat jadi sopir meski hanya empat bulan," ujar Andi kepada Tempo saat ditemui di salah satu mal di Sidoarjo, Rabu, 27 Mei 2015.
Pemilik PT Yamaindo Perkasa tersebut mengatakan, sejak tempat usahanya terkena luapan lumpur Lapindo, dia hanya mendapatkan sekali pembayaran ganti rugi, yakni sekitar Rp 1,2 miliar, dari Lapindo. "Padahal total kerugiannya mencapai Rp 13 miliar," ujarnya.
Andi menceritakan sebetulnya PT Minarak Lapindo Jaya menyodorkan perjanjian jual-beli pada 2008. Dari total kerugiannya sebesar Rp 13 miliar, kata dia, PT Minarak menawari Andi ganti Rp 4 miliar.
Karena terdesak, dia menyetujuinya. PT Minarak lalu membayar dalam tiga tahap. Tahap pertama 20 persen dari Rp 4 miliar. Tahap kedua 10 persen. Tahap terakhir 70 persen.
"Tapi Lapindo hanya membayar sampai pada tahap kedua. Setelah itu, pada 31 Maret 2009, mereka mengaku tidak mampu membayar," kata Andi. Lapindo, kata dia, hanya menghitung ganti rugi berdasarkan tanah dan bangunan, sedangkan aset berupa alat tidak dihitung.
Saat ini Andi mencoba bisnis baru sebagai distributor beras yang melayani pengiriman ke seluruh Jawa Timur. Dia mendapatkan modal bisnis ini setelah mendapatkan pinjaman dari bank dengan menjaminkan rumah dan mobil miliknya.
Ihwal masalah ganti rugi ini, Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusalla berkata, "Soal (ganti rugi) pengusaha itu tidak ada di Perpres Nomor 14 Tahun 2007. Jadi enggak masuk dalam tatanan perpres itu."
EDWIN FAJERIAL