TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Miko Ginting, menyatakan, kewenangan praperadilan semakin mempertaruhkan eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hukum acara praperadilan dituding semakin membingungkan sejak Mahkamah Konstitusi merestui penetapan tersangka masuk jadi obyek materi.
"KPK harus melawan, tak bisa lagi menunggu," kata Miko saat dihubungi, Selasa, 26 Mei 2015.
Ia menyatakan, hakim Sarpin Rizaldi telah membatasi kewenangan KPK dalam mengusut kasus korupsi dengan memenangkan gugatan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Sarpin menetapkan, KPK tak bisa menyidik kasus pejabat tinggi Polri karena tak termasuk pegawai negeri sipil. Kasus tersebut jadi kewenangan kejaksaan dan Polri.
Kali ini, hakim Haswandi membatasi kerja dan independensi KPK dengan menetapkan penyelidik dan penyidik independen tak memiliki kewenangan mengusut kasus korupsi. Haswandi mengabulkan gugatan penetapan tersangka bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo dalam dugaan korupsi rekomendasi keberatan pajak Bank BCA.
Meski tak menggerus, menurut Miko, putusan hakim Yuningtyas Upiek dalam sidang praperadilan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief juga mempengaruhi kinerja KPK. Dalam sidang tersebut, Upiek memenangkan Ilham dengan dalih KPK tak mampu menunjukkan barang bukti.
"Sekarang, KPK menunjukkan semua bukti ke hakim malah kalah lagi karena soal penyidik independen," kata Miko.
Ia menyatakan, praperadilan saat ini sangat membingungkan. Tak ada batasan dan pemaparan yang jelas soal kewenangan dan ketentuan proses sidang praperadilan dapat berlangsung. Setiap sidang, seolah hakim dapat menentukan sendiri apa yang menjadi kewenangan KPK.
FRANSISCO ROSARIANS