TEMPO.CO, Yangon - Sebuah pertemuan internasional tentang penderitaan muslim Rohingya yang teraniaya di Myanmar bertabur bintang. Di antara undangan adalah tiga pemenang Nobel Perdamaian. Mereka menyerukan kepada dunia untuk lebih peduli dengan tragedi yang mendera kelompok minoritas tersebut.
Di tengah konferensi yang membahas nasib warga Myanmar itu, pemenang Nobel dan sesama ikon pro-demokrasi Aung San Suu Kyi tidak akan berada di antara para pemenang Nobel tersebut. Kantor berita AP, Selasa, 26 Mei 2015, mengatakan, Suu Kyi, pegiat hak asasi manusia dari Myanmar tidak diundang. (Baca: Rohingya Dibantai dan Diusir, di Mana Aung San Suu Kyi?)
Selama 15 tahun dalam tahanan rumah, Suu Kyi memenangkan kekaguman dan simpati orang di seluruh dunia dengan pidatonya yang berapi-api. Ia pun kerap melancarkan kritik yang memerahkan telinga rezim militer yang memerintah Myanmar, atau Burma, sebutan negara ini saat itu.
Setelah pembebasannya pada 2010, ketika para jenderal berkuasa menyerahkan wewenangnya kepada pemerintah sipil, Suu Kyi memenangkan kursi di parlemen. Perempuan 69 tahun itu mengaku dia politikus. Suu Kyi berkukuh bahwa dia tidak pernah berusaha untuk menjadi juara pembela hak asasi manusia.
Para kritikus mencatat Suu Kyi berhati-hati memilih medan pertempurannya. Sebagian kritikus lagi mengatakan, sikap kehati-hatian itu muncul lantaran Suu Kyi, pemenang Nobel Perdamaian pada 1991, memiliki ambisi besar menjadi presiden jika memenangkan pemilihan umum November 2015. (Baca juga: Kenalkan Ashin Wirathu, Biksu Pembenci Muslim Rohingya)
Di sebuah negara yang mayoritas beragama Buddha dari 53 juta penduduknya, tempat merebaknya permusuhan terhadap muslim Rohingya yang minoritas dengan 1,3 juta jiw, Suu Kyi (dibaca "suu chee") memilih untuk tetap diam, bahkan ketika dunia menyaksikan penderitaan lebih dari 3.000 orang yang kelaparan.
Warga Rohingya yang melarikan diri dari tempatnya itu menyewa kapal-kapal dan perahu milik pedagang manusia itu. Mereka memilih mengarungi Laut Andaman sembari menderita dehidrasi yang akhirnya terdampar di Malaysia, Indonesia, dan Thailand sepanjang bulan ini. Demikian menurut laporan badan pengungsi PBB. (Baca: Ini Alasan Ashin Wirathu Benci Islam)