TEMPO.CO, Sidoarjo - Menjelang peringatan sembilan tahun lumpur Lapindo yang jatuh pada Jumat, 29 Mei 2015, beberapa pengusaha korban lumpur Lapindo punya banyak harapan. Salah satunya adalah mereka berharap pemerintah Presiden Joko Widodo menalangi ganti rugi seperti yang dilakukan kepada warga korban lumpur Lapindo.
"Itu salah satu harapan kami," kata Yeyen, wakil dari 25 pengusaha korban lumpur lapindo, kepada Tempo di sebuah pusat perbelanjaan di Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu, 27 Mei 2015.
Soal jumlah ganti ruginya, kata Yeyen, para pengusaha ingin disamakan saja dengan warga korban lumpur Lapindo, yakni dengan dihitung hanya bangunan dan tanahnya. Jika tidak diganti, menurut Yeyen, para pengusaha tidak akan bisa melanjutkan usaha mereka kembali. "Setelah ada lumpur Lapindo itu hampir semua pengusaha gulung tikar karena kehabisan modal," ujar Yeyen.
Titiek Suwartiningsih, pengusaha lain, menjelaskan, setelah perusahaannya terkena lumpur Lapindo, dia gulung tikar karena kehabisan modal untuk melanjutkan usaha. "Sudah tutup pertengahan 2013 karena modalnya habis untuk sewa tempat maupun produksi," tuturnya.
PT Minarak Lapindo Jaya, kata Titiek, hanya memberikan ganti rugi Rp 1,5 miliar dari total kerugian sekitar Rp 12 miliar. Dia menjelaskan bahwa sebetulnya PT Minarak Lapindo Jaya memberikan sebuah perjanjian jual-beli dengannya pada 2008. Minarak berjanji hanya memberikan ganti sebesar Rp 5 miliar dalam tiga tahap pembayaran, tapi nyatanya berhenti pada pembayaran tahap kedua.
"Pada 31 Maret 2009, mereka mengaku tidak mampu membayarnya, sehingga perjanjiannya otomatis batal. Dan, sesuai kesepakatan, jumlah 30 persen yang sebelumnya dibayarkan kepada saya tidak saya kembalikan. Saya juga bisa mengambil sertifikat saya di notaris. Itu semua ada di perjanjian pada tahun 2008," dia menjelaskan.
EDWIN FAJERIAL