TEMPO.CO , Bandung:Kepala Polisi Resort Kota Besar Bandung, Komisaris Besar Angesta Romano Yoyol, mengatakan satuannya menurunkan sekitar 30 orang untuk menangkap seluruh Pekerja Seks Komersial di lokalisasi Saritem, Bandung. Agar penangkapan berjalan mulus, mereka menyamar menjadi tukang parkir dan tukang nasi goreng.
“Mereka bekerja sesuai dengan jam kerja tukang nasi goreng, dan tukang parkir,” kata Yoyol, saat ditemui Tempo di Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu, Jalan Cianjur, Bandung, Kamis, 28 Mei 2015. Yoyol mengatakan, polisi yang menjadi tukang nasi goreng, memang memiliki keahlian memasak.
Mereka menyamar untuk mengetahui seluk-beluk prostitusi Saritem. “Dari mereka, saya dapatkan informasi siapa saja orang yang berpengaruh di sana, dan lain-lain,” ujar Yoyol.
Sedangkan saat penangkapan pada Rabu, 20 Mei 2015, polisi mengerahkan 690 personelnya. Jumlah tersebut didapatkan dari anggota Polrestabes Bandung, dan sejumlah anggota Polisi Sektor di Bandung.
Yoyol mengatakan, kepolisian sengaja tak mengundang Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandung karena beberapa pertimbangan. Di antaranya, dia khawatir informasi penangkapan bocor dan terdengar oleh para PSK di sana.
Sebelumnya, polisi kembali merazia prostitusi Saritem. Lokasi tersebut sudah dilarang pemerintah sebagai tempat prostitusi sejak tahun 2007. Pada 2012, polisi kembali menyisir lokasi tersebut. Kemarin, pemerintah mendata PSK yang diserahkan ke Dinas Sosial berjumlah 150 orang.
Dari jumlah itu, sebanyak 42 PSK dikirim ke Cirebon dan 20 lainnya ke Sukabumi untuk dilatih keterampilan. Sedangkan sisanya masih ditampung di rumah singgah.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Ahyani Raksanagara mengatakan, 150 PSK yang terjaring di komplek Saritem seluruhnya sudah diperiksa kesehatan. "Hasil pemeriksaan dari 150 orang, 70 orang sudah pernah kontak diperiksa dan sekitar 90 persen ada infeksi menular seksual," ujar Ahyani.
PERSIANA GALIH