Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Serapan Belanja Kurang Produktif, Ubah Proyeksi ke 5,1%

image-gnews
Gubernur BI Agus DW Martowardojo, resmikan penerbitan uang NKRI pecahan seratus ribu rupiah di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, 18 Agustus 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
Gubernur BI Agus DW Martowardojo, resmikan penerbitan uang NKRI pecahan seratus ribu rupiah di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, 18 Agustus 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Masih rendahnya realisasi konsumsi dan belanja modal pemerintah menjadi salah satu pertimbangan Gubernur Bank Indonesia Martowardojo untuk mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini menjadi 5,1% dari perkiraan sebelumnya dalam kisaran 5,4%-5,8%, Kamis (28/5).

Angka teranyar perkiraan bank sentral itu lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan pemerintah sebelumnya yang juga belum lama ini memangkas proyeksi pertumbuhan dari 5,7% menjadi 5,4% PDB.

Adapun lembaga multilateral seperti Bank Dunia, ADB dan IMF sudah jauh-jauh hari memperkirakan penurunan laju ekonomi Indonesia, termasuk juga angka pertumbuhan di berbagai negara.

Pada intinya, revisi tersebut kian menguatkan perkiraan masih sulitnya perekonomian perekonomian di hampir semua negara yang pada ujungnya memberi kontribusi pelambatan pertumbuhan global.

Berbagai penyebab terjadinya pelambatan global tersebut sudah sering disebutkan seperti masih tertekannya harga komoditas, rendahnya harga minyak mentah dunia, faktor China dan lainnya.

 Alhasil, pelambatan ekonomi yang dialami Tanah Air seharusnya tidak perlu dikhawatirkan karena secara umum, kondisi serupa juga terjadi di negara lain. Akan tetapi, faktor yang menjadi perhatian kali ini adalah sisi belanja yang masih rendah. Faktanya memang demikian.

Data Kementerian Keuangan hingga 15 Mei 2015 memperlihatkan pemerintah baru mampu merealisasi belanja negara Rp540,5 triliun atau setara 27,2% dari pagu APBN-P 2015 sebesar Rp1.984,1 triliun. Belanja itu terdiri dari penyerapan belanja pemerintah pusat yang sebesar Rp302,8 triliun atau 22,9% dari pagu.

Selain itu, belanja negara juga berasal dari transfer ke daerah dan dana desa yang mencapai Rp237,8 triliun. Namun, bila menilik pola penyerapan anggaran setiap tahunnya, realisasi belanja pemerintah pusat itu semestinya juga tidak perlu dikhawatirkan. Seperti dipahami, penyerapan belanja pada kuartal I selalu rendah karena proses tender baru dimulai.

Kuartal berikutnya, proyek sudah berjalan meskipun dalam kapasitas terbatas sesuai dengan dana yang diterima dalam bentuk uang muka. Dengan begitu, kuartal III dan IV penyerapan belanja pemerintah akan mencapai puncaknya.

Pola penyerapan anggaran itu seakan memperlihatkan bahwa semester II merupakan momentum pembuktian bagi pemerintah untuk dapat mengejar pertumbuhan di atas 5% PDB. Pemerintah harus dapat meyakinkan pelaku pasar dan pengusaha bahwa otoritas fiskal mampu mempertahankan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Keyakinan ini menjadi kunci karena pebisnis akan melihat secercah harapan bahwa pertumbuhan tahun lalu adalah titik terbawah dan pada tahun ini perekonomian mulai pulih. Yang penting, pemerintah harus benar-benar serius dalam upaya menarik lebih banyak investasi.

Untuk itu, selain mendorong pada upaya pemantauan penyerapan belanja harian ini mengingatkan pemerintah agar tetap mengedepankan strategi business friendly demi menarik investasi secara masif dan mempercepat realisasi berbagai proyek infrastruktur.

Apabila sisi investasi ini dapat digenjot, pertumbuhan diharapkan dapat terkerek di saat sisi konsumsi dan belanja pemerintah belum dapat diandalkan seperti yang terlihat pada kuartal I tahun ini. Selain itu, koordinasi antar-lembaga berkesinambungan dibutuhkan untuk mempercepat penyerapan belanja.

Koordinasi yang efektif itu diyakini akan mampu mengatasi berbagai kendala klasik, a.l. lahan dan perizinan seperti yang dialami Kementerian PU-Pera dan Kementerian Perhubungan. Seperti diketahui, kedua kementerian ini mencatat penyerapan paling rendah di antara kementerian lain pada kuartal I.

Apabila prakondisi di atas dapat segera terpenuhi, tidak mustahil kita akan melihat penyerapan belanja yang lebih optimal dan berkualitas. Disebut berkualitas karena memang seharusnya penyerapan belanja APBN-P 2015 ini berbeda dengan tahun sebelumnya.

Target penyerapan belanja tahun ini hingga 92% semestinya punya nilai tambah dibandingkan dengan realisasi penyerapan 95% pada tahun sebelumnya. Perbedaan itu terletak pada hilangnya belanja untuk subsidi BBM dengan jumlah signifikan.

Kualitas penyerapan belanja tahun ini seharusnya berbeda karena elemen subsidi BBM—yang sifatnya konsumtif dan tidak memiliki multiplier effect besar—sudah dicabut. Hal inilah yang membuat dampak positif ke pertumbuhan seharusnya lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu dengan serapan yang sama.

Dengan begitu, pada semester II ini belanja produktif akan terjadi karena muncul multiplier effect yang menetes pada sektor lain. Semoga saja.

BISNIS.COM

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

1 jam lalu

Ilustrasi Uang Rupiah. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Uang Beredar di Indonesia Mencapai Rp 8.888,4 Triliun per Maret 2024

BI mengungkapkan uang beredar dalam arti luas pada Maret 2024 tumbuh 7,2 persen yoy hingga mencapai Rp 8.888,4 triliun.


Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

2 jam lalu

Alipay Wallet. REUTERS
Alipay Beroperasi di Indonesia? BI: Belum Ada Pengajuan Formal

Para pemohon termasuk perwakilan Ant Group sebagai pemilik aplikasi pembayaran Alipay bisa datang ke kantor BI untuk meminta pre-consultative meeting.


Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

5 jam lalu

Karyawan menunjukkan uang pecahan 100 dolar Amerika di penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa 16 April 2024, Nilai tukar rupiah tercatat melemah hingga menembus level Rp16.200 per dolar Amerika Serikat (AS) setelah libur Lebaran 2024. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Edi Susianto menyampaikan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terjadi seiring dengan adanya sejumlah perkembangan global saat libur Lebaran. TEMPO/Tony Hartawan
Rupiah Diprediksi Stabil, Pasar Respons Positif Kenaikan BI Rate

Rupiah bergerak stabil seiring pasar respons positif kenaikan BI Rate.


Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

16 jam lalu

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersama jajaran Deputi Bank Indonesia saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Februari 2024 di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu 21 Februari 2024. Perry Warjiyo mengatakan keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability. TEMPO/Tony Hartawan
Tingginya Suku Bunga the Fed dan Geopolitik Timur Tengah, Biang Pelemahan Rupiah

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut pelemahan rupiah dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter AS yang masih mempertahankan suku bunga tinggi.


Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

17 jam lalu

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di gedung BI, Jakarta, Kamis, 19 Oktober 2023.  Suku bunga Deposit Facility juga naik menjadi 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75 persen. Tempo/Tony Hartawan
Gubernur BI Prediksi Suku Bunga The Fed Turun per Desember 2024: Bisa Mundur ke 2025

Gubernur Bank Indonesia atau BI Perry Warjiyo membeberkan asumsi arah penurunan suku bunga acuan The Fed atau Fed Fund Rate (FFR).


Bank Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Berdaya di Tengah Gejolak Global

21 jam lalu

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersama jajaran Deputi Bank Indonesia saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Februari 2024 di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu 21 Februari 2024. Perry Warjiyo mengatakan keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability. TEMPO/Tony Hartawan
Bank Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Berdaya di Tengah Gejolak Global

Bank Indonesia prediksi pertumbuhan ekonomi dalam kisaran 4,7 hingga 5,5 persen. Masih berdaya di tengah gejolak global.


Rupiah Menguat di 16.155 per USD, karena Respons Prabowo Presiden Terpilih atau Kenaikan Suku Bunga Acuan BI?

22 jam lalu

Petugas money changer menghitung mata uang dolar. Rupiah semakin tertekan terhadap nilai tukar dolar Amerika Serikat, di level Rp14.060 per Dolar AS. Jakarta, 25 Agustus 2015. TEMPO/Subekti
Rupiah Menguat di 16.155 per USD, karena Respons Prabowo Presiden Terpilih atau Kenaikan Suku Bunga Acuan BI?

Nilai tukar rupiah ditutup menguat 65 poin ke level Rp 16.155 per dolar AS hari dalam perdagangan ini.


Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

23 jam lalu

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Februari 2024 di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu 21 Februari 2024. Perry Warjiyo mengatakan keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability. TEMPO/Tony Hartawan
Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

BI memperkuat bauran kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.


BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

23 jam lalu

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Februari 2024 di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu 21 Februari 2024. Perry Warjiyo mengatakan keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability. TEMPO/Tony Hartawan
BI Naikkan Suku Bunga Acuan Jadi 6,25 Persen, Perry Warjiyo: Untuk Perkuat Stabilitas Rupiah

BI akhirnya menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25 persen. Apa alasan bank sentral?


Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

1 hari lalu

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersama jajaran Deputi Bank Indonesia saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Februari 2024 di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu 21 Februari 2024. Perry Warjiyo mengatakan keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability. TEMPO/Tony Hartawan
Ekonom: Rupiah Hadapi Tekanan, BI Sebaiknya Tak Naikkan Suku Bunga Acuan

Rupiah saat ini sedang menghadapi tekanan mata uang yang sangat besar dan lonjakan arus keluar modal.