TEMPO.CO, Malang - Aparat Kepolisian Resor Malang sudah menangkap lima orang anggota komplotan perjokian di Yogyakarta dan Jakarta. Sedikitnya sembilan orang anggota lainnya sudah masuk daftar pencarian orang (DPO) dan kini sedang diburu polisi.
Penangkapan tersebut dibantu aparat dari Kepolisian Daerah Jawa Timur, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kepolisian Metro Jaya. Mayoritas pelaku lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Trisakti.
Polisi lebih dulu meringkus Herwanto alias Anto alias Bowo dan Heronimus Cenaga alias Roni alias Densus di rumah masing-masing yang berlokasi di daerah Kaliurang, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, pada Sabtu, 23 Mei 2015. Herwanto menjadi otak dan pemimpin jaringan.
Berselang sehari dan berbekal keterangan dari dua alumnus Universitas Gadjah Mada tersebut polisi kemudian membekuk Raufiq Asyari alias Rafa alias Nova (adik kandung Herwanto), serta Mustolih alias Alex dan Fajar alias Begeng. Ketiganya dibekuk saat mengajari 35 calon mahasiswa baru yang ingin masuk Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti di dua hotel di daerah Grogol, Jakarta Barat.
Barang bukti yang disita dari lima tersangka berupa tiga buah telepon pintar iPhone 5 warna hitam, satu buah iPhone 4 warna hitam, 10 buah Nokia 110, dan 10 buah handsfree Bluetooth yang sudah dimodifikasi.
Kepala Reserse Kriminal Kepolisian Resor Malang Ajun Komisaris Wahyu Hidayat mengatakan komplotan ini cukup pintar dan profesional. Cara kerja mereka mirip kelompok pengedar narkotika yang menggunakan sistem sel terputus sehingga antarsesama anggota jaringan tidak saling kenal. "Hanya pentolan-pentolannya saja yang saling kenal,” kata Wahyu, Sabtu, 30 Mei 2015.
Wahyu menjelaskan, komplotan tersebut bekerja dalam dua tim. Setiap tim ada lima orang broker yang bertugas mencari sedikitnya tiga orang calon mahasiswa baru. Antarsesama joki ini tidak saling kenal. Herawanto ikut memimpin satu tim. Satu tim lagi dipimpin GLG, dengan anggota FND dan NH. Tim pimpinan GLG inilah yang merekrut empat calon mahasiswa baru yang tertangkap saat mengikuti ujian seleksi Fakultas Kedokteran UMM, 11 Mei lalu. Keempat calon mahasiswa ini sudah jadi tersangka. GLG dan kawanannya mjadi buronan polisi.
Tim yang dipimpin Herwanto terbagi lagi dalam lima divisi, yakni divisi operator, divisi perlengkapan dan peralatan, divisi rekrutmen, divisi master, dan divisi penagihan. Herwanto dan Heronimus masuk dalam divisi operator. Divisi perlengkapan beranggotakan lima orang, yakni Heronimus, Raufiq, Mustolih, serta dua orang lagi yang sudah jadi buronan.
Divisi rekrutmen beranggotakan empat orang. Fajar alias Begeng ada di divisi ini. Identitas tiga orang lainnya belum dikenal dan sedang diburu polisi. Divisi master bertugas mengirim jawaban soal ujian. Anggota divisi ini juga sedang diburu. Anggota di divisi penagihan juga masuk DPO.
Alur kerjanya, pertama, Herwanto memberi pengarahan singkat (briefing) mengenai cara menggunakan peralatan elektronik kepada seluruh anggota tim yang dipimpinnya langsung. Arahan dari sang bos kemudian diteruskan ke calon mahasiswa baru pengguna jasa mereka.
Saat ujian berlangsung, calon mahasiswa baru yang mengikuti ujian mengirimkan foto soal melalui peralatan yang diberikan divisi perlengkapan. Foto soal dikirim ke divisi master. Divisi master diisi orang-orang pintar lulusan dari perguruan tinggi terpandang. Mereka inilah yang mengerjakan soal dan mengirim jawaban ke divisi operator. Lalu, divisi operator meneruskan jawaban ke peserta ujian.
Bila alat tidak bisa digunakan, komplotan tersebut menyiapkan beberapa orang pintar untuk mengikuti tes masuk. Mereka mengirimkan jawaban ke divisi operator melalui alat khusus. Jika seluruh jawaban yang dikirim benar dan dipakai, maka tiap joki mendapat Rp 10 juta.
Cara kerjanya, telepon Nokia ditaruh di saku celana peserta atau joki. Bluetooth ditempatkan di kerah baju. Hidden earpiece diselipkan ke dalam telinga. Telepon iPhone disimpan di kantong baju dengan posisi kamera menghadap ke depan dan sudah menyala.
Shutter diletakkan di kantong celana untuk memotret soal. Peserta akan mengarahkan soal ujian agar terjangkau kamera HP yang tersimpan di kantong baju. Gambar yang tertangkap kamera otomatis tersimpan dan terunggah ke akun dropbox. Gambar yang sudah masuk diakses divisi master. Divisi ini kemudian mengirim jawaban ke divisi operator yang kemudian ditransfer lagi ke peserta ujian. “Peserta yang sudah menerima jawaban, diminta mengetuk bluetooth satu kali sebagai kodenya,” ujar Wahyu.
Cara kerja tim pimpinan GLG juga hampir sama dengan tim pimpinan Herwanto. Bagi calon mahasiswa baru laki-laki, telepon genggam Nokia ditaruh di celana dalam. Sedangkan bagi yang perempuan diletakkan di dalam kerudung.
Kabel headset yang dimodifikasi dilekatkan di badan sampai dilingkarkan di bahu peserta ujian. Ada sepasang alat mikro yang difungsikan untuk berkomunikasi dengan operator tentang jawaban soal serta pemberian dan pelaksanaan instruksi. Sepasang alat ini dipasang di telinga. Peserta ujian diberi tempat pensil yang sudah dilubangi sebagai “mata” kamera telepon genggam yang tersimpan di dalamnya. Kamera dipakai untuk memotret soal.
Peserta juga diberi tas berisi UPS yang berfungsi sebagai pemancar dan penguat sinyal telepon genggam. Gambar soal kemudian dikirim ke operator. Operator mengolahnya melalui laptop dan mengirim jawaban melalui telepon genggam yang dipasang di tubuh peserta. Pesan dikirim dengan setting auto answer. Peserta memberi kode batuk bila sudah menerima dan memahami jawaban.
ABDI PURMONO