TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat masalah perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan untuk merampingkan struktur birokrasi pemerintah DKI Jakarta bukan perkara mudah. Sebab, menurut Yayat, perampingan tidak boleh mengesampingkan pelayanan untuk masyarakat.
“Harus ada kajian lagi supaya betul-betul pas antara kebutuhan dan tupoksi dengan sumber daya manusianya,” kata Yayat kepada Tempo, Minggu, 31 Mei 2015.
Ia mengatakan program rekrutmen pegawai negeri sipil di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta cenderung dilakukan serampangan. Struktur PNS jadi gemuk karena rekrutmen tidak berdasarkan kebutuhan. Selain itu, masih ada beberapa posisi yang tugas pokok dan fungsinya saling tumpang tindih, sehingga kinerja PNS tak efektif.
Yayat mengatakan ada tiga hal yang harus dilakukan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama untuk melakukan perampingan yang optimal. Pertama, perombakan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan organisasi. Kedua, mengedepankan rasionalitas dengan sistem online, sehingga aspek pelayanan tak terabaikan meskipun jumlah pegawai menyusut. Ketiga, memperbesar jabatan fungsional. “Bahkan, mungkin Ahok harus mempertimbangkan ruang untuk pensiun dini,” kata dia.
Menurut Yayat, jika Ahok ingin serius melakukan perombakan struktur dengan membuatnya lebih ramping, maka Ahok harus memperkuat pelayanan di level kelurahan dan kecamatan. Sebab, ujung tombak pelayanan masyarakat bertumpu di tingkat tersebut.
“Kalau ingin masyarakat Jakarta maju dengan reformasi birokrasi ya perkuat yang di level bawah ini, supaya masyarakat tidak perlu harus jauh-jauh ke kantor wali kota,” kata dia.
Yayat mengatakan idenya ini sebagai upaya untuk menyiasati jumlah PNS yang tak mendapatkan jatah jabatan struktural. PNS yang di kantor wali kota bisa ditarik untuk langsung mendampingi dan melayani masyarakat sebagai pendamping atau tim ahli. Selain itu, ia juga menekankan supaya ada penilaian dengan indikator yang lebih obyektif agar perampingan birokrasi berjalan efektif.
DINI PRAMITA