TEMPO.CO, Kathmandu - Ribuan pelajar Nepal kembali bersekolah seusai tragedi gempa yang terjadi lima pekan lalu. Mereka berangkat ke sekolah pada Minggu, 31 Mei 2015. Bagi orang-orang Himalaya, Minggu adalah hari kerja.
Anak-anak menggandeng tangan orang tua mereka melewati reruntuhan sekolah. Mereka belajar di tenda dan pondok-pondok hingga gedung baru selesai dibangun. Lebih dari 32 ribu ruang kelas rusak akibat gempa berkekuatan 7,9 skala Richter yang mengguncang Nepal pada 25 April 2015.
Gempa susulan yang terjadi beberapa hari kemudian menghambat perbaikan gedung. "Aku khawatir. Menyakitkan melihat puing-puing ruang kelasku," kata Shasham Shresth, siswa kelas X Sekolah Menengah Pertama Kuleswor Awas di Kathmandu.
Menteri Pendidikan Hari Lamsal mengatakan memulai kegiatan belajar mengajar sangat penting untuk menunjukkan bahwa kehidupan di Nepal kembali normal. "Kami akan membangun pusat belajar sementara karena pembangunan gedung lama akan memerlukan waktu," kata Lamsal.
Pemerintah dibantu sejumlah lembaga sosial membangun 137 pusat belajar sementara untuk 14 ribu siswa di seluruh Nepal. Lembaga perlindungan anak-anak PBB, Unicef, menyatakan dibutuhkan sedikitnya US$ 24 juta untuk membangun pusat belajar itu dan melatih lebih dari 19 ribu guru serta sukarelawan.
"Pendidikan tidak bisa menunggu seluruh perbaikan dan pembangunan kembali," kata perwakilan Unicef di Nepal, Tomoo Hozumi. Menurut dia, kegiatan belajar-mengajar merupakan salah satu bentuk pemulihan kondisi psikososial anak-anak. Dengan adanya tempat belajar, anak-anak akan terhindar dari kekerasan, stres, dan potensi perdagangan anak. Sedangkan orang tua mereka tetap dapat bekerja seperti biasa.
REUTERS | PUTRI ADITYOWATI