TEMPO.CO, Paris - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menghargai keputusan Sepp Blatter mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden badan sepak bola dunia, FIFA, tanpa harus menunda waktunya.
Hal itu terjadi pada saat FIFA semakin menjadi sorotan internasional atas berbagai indikasi dugaan skandal korupsi yang melibatkan sejumlah pejabatnya. Padahal, Blatter baru saja terpilih sebagai presiden FIFA kelima kali pada 29 Mei 2015.
Deputi 5 Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora, Gatot S. Dewa Broto, menyampaikan siaran pers kementeriannya pada Rabu dinihari, 3 Juni 205, menanggapi penyataan Blatter akan mundur.(baca:Bermasalah, Menpora Minta Jangan Agungkan FIFA)
“Pengunduran dirinya ini akan memberi peluang bagi berbagai pihak yang ingin melakukan reformasi total terhadap manajemen FIFA,” kata Gatot yang mengunduh berita pers Kemenpora itu dari Paris, Prancis, Rabu dinihari, melalui pesan elektronik.
Kemenpora sendiri, menurut Gatot, sudah merasakan makin buruknya tata kelola manajemen FIFA saat FIFA pada 30 Mei 2015 menyampaikan sanksi melalui surat resminya kepada PSSI.
“Dalam surat tersebur sebagaimana sudah disebut dalam siaran pers Kemenpora 31 Mei 2015 memuat sejumlah kejanggalan sehingga Kemenpora mempertanyakan tingkat keseriusan FIFA dalam menjatuhkan sanksi kepada anggota federasinya,” kata Gatot.
Dalam konferensi persnya di Zurich, Selasa malam sampai Rabu dinihari lalu, Sepp Blatter mengatakan akan mundur sebagai presiden badan sepak bola dunia, FIFA, karena skandal korupsi. Pria asal Swiss berusia 79 tahun itu juga meminta digelar kongres FIFA luar biasa secepat mungkin untuk memilih presiden baru.(baca:Skandal Korupsi FIFA Menjatuhkan Blatter dari Kursi Presiden )
Blatter terpilih untuk kelima kalinya sebagai presiden FIFA dalam pemilihan di markas mereka di Zurich, Swiss, meski tujuh pejabat teras FIFA telah ditangkap pada dua hari sebelumnya oleh otoritas keamanan di sana atas permintaan pihak Amerika Serikat yang sudah lama menyelidiki tindakan korupsi 7 orang itu.
“Hal ini akan menciptakan penundaan yang tidak perlu. Saya akan mendesak komite eksekutif untuk mengatur kongres luar biasa buat pemilihan pengganti saya pada kesempatan pertama,” kata Blatter lagi. “Ini perlu dilakukan sejalan dengan undang-undang FIFA dan kita harus memberikan waktu yang cukup buat kandidat terbaik untuk menampilkan diri dan berkampanye.”
Kongres luar biasa FIFA diharapan akan berlangsung antara Desember 2015 dan Maret 2016.
Asosiasi Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) ini menjadi pusat perhatian dunia pekan lalu setelah penangkapan tujuh pengurus terasnya di sebuah hotel mewah di Zurich, Swiss, pada Rabu pagi waktu setempat, 27 Mei 2015. Saat itu mereka akan menghadiri Kongres FIFA yang berpuncak pada pemilihan presiden FIFA pada Jumat 29 Mei 2015.(baca:Sponsor FIFA Mulai Ancam Enggan Danai Lagi)
Pemerintah Swiss juga menyelidiki adanya tindakan kejahatan korupsi dalam pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 yang menghebohkan itu –dengan Rusia dan Qatar terpilih sebagai tuan rumah. “Saya sangat terkait dengan FIFA dan kepentingannya. Kepentingan-kepentingan yang saya sayangi dan ini mengapa saya mengambil keputusan itu,” kata Blatter.(baca:Mafia di FIFA Sudah Mirip Kartel Narkoba?)
“Yang paling penting buat sata adalah lembaga FIFA dan sepak bola di seluruh dunia. Saya benar-benar telah mempertimbangkan dan berpikir tentang jabatan presiden saya dan 40 tahun terakhir dalam hidup saya,” kata Blatter yang sudah memimpin FIFA selama 17 tahun. “Tahun-tahun ini berhubungan erat dengan FIFA dan olahraga sepak bola yang indah ini. Saya menghargai dan mencintai FIFA lebih dari apapun,” Blatter melanjutkan.(baca:Kongres FIFA, Skandal Korupsi dan Teror Bom)
“Saya hanya ingin berbuat yang terbaik untuk FIFA dan lembaga ini. Saya memutuskan untuk mencalonkan lagi (sebagai presiden FIFA untuk kelima kalinya) sebagai pilihan terbaik untuk sepak bola. Pemilihan sudah ditutup tapi tantangan yang kita hadapi belum berakhir,” kata Blatter.
BBC | GUARDIAN | THE NEW YORK TIMES | DWI RIYANTO | HARI PRASETYO