TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengajukan permintaan pencegahan ke luar negeri terhadap mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Dahlan Iskan, kepada Jaksa Agung Muda Intelijen Arminsyah. Meski meminta penetapan status cegah, Kejaksaan tak menahan bekas Menteri Badan Usaha Milik Negara tersebut. "Sore ini sudah kami ajukan langsung," kata Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Adi Toegarisman, Jumat, 5 Juni 2015.
Pencegahan dilakukan setelah Adi mengeluarkan surat perintah penyidikan terhadap Dahlan Iskan dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Tahun Anggaran 2011-2013. Adapun Dahlan beberapa minggu terakhir ini kerap pergi ke luar negeri, khususnya Amerika Serikat.
Adi menyatakan tim penyidik merasa tak perlu melakukan penahanan karena Dahlan bersikap kooperatif. Menurut tim penyidik, Dahlan menjalani pemeriksaan selama dua hari berturut-turut dan selalu hadir tepat waktu. (Alasan Kejaksaan Dahlan Jadi Tersangka Kasus Gardu Listrik)
Keputusan ini diambil meski Dahlan sempat dua kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi untuk lima tersangka proyek tersebut yang masih dalam proses penyidikan. Alasannya, Dahlan masih berada di luar negeri. "Alasannya sah menurut hukum," kata Adi.
Penyidik menilai Dahlan bersalah sebagai kuasa pengguna anggaran lantaran mengajukan anggaran multiyear tanpa memiliki seluruh lahan proyek. Hanya lima titik yang sudah dibebaskan dan menjadi milik PLN dari 21 titik proyek.
Adapun Dahlan, menurut Adi, mengklaim bahwa seluruh lahan sudah dimiliki PLN agar Kementerian Keuangan mau memberikan persetujuan. Dahlan, kata Adi, juga bersalah dalam pembayaran proyek, yang seharusnya didasari perkembangan pembangunan secara fisik.
Kenyataannya, pembayaran justru dilakukan berdasarkan pembelian barang yang dilakukan perusahaan rekanan. "Uang negara keluar sia-sia karena gardu induk tak selesai dan tak bisa digunakan," kata Adi.
FRANSISCO ROSARIANS