TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Edy Suandi Hamid meminta Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengevaluasi pemberian izin pendirian perguruan tinggi swasta. Edy menilai selama ini pemberian izin terlalu longgar.
"Saya menyarankan moratorium perguruan tinggi untuk membenahi pertumbuhan yang begitu deras sepuluh tahun terakhir ini," kata Edy kepada Tempo di kantornya, Jumat, 5 Juni 2015.
Momentum moratorium, ujar Edy, dapat dimanfaatkan untuk memeriksa kembali apakah ribuan perguruan tinggi yang telah diberi izin beroperasi sesuai dengan aturan. Bila kampus-kampus itu menyalahi aturan, Edy mengimbau pemerintah langsung menutup atau melakukan pembinaan.
Selain itu, Edy menyebutkan, mekanisme pengawasan internal perlu diperbaiki. Pemberian izin yang tak terstandardisasi mengindikasikan ada hal yang perlu diperbaiki dalam sistem Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti). "Saya saja mengajukan izin pendirian program studi harus menunggu lima tahun, sementara izin perguruan tinggi lain justru dikeluarkan dalam selang waktu lebih singkat," tutur Edy.
Menurut Edy, selama ini unit pengawasan Dikti belum berjalan maksimal. "Ada unit, tapi selama ini tertidur," ucapnya. Edy meminta agar unit itu kembali didayagunakan dan segera turun ke lapangan untuk menindaklanjuti aduan masyarakat.
Pada 2005, ada 2.408 perguruan tinggi yang tercatat di Indonesia. Jumlah ini meningkat dua kali lipat dalam kurun sepuluh tahun. Maret lalu, kata Edy, jumlah perguruan tinggi mencapai 4.264 di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97 persen atau sekitar 4.100 perguruan tinggi dikelola pihak swasta.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA