TEMPO.CO , Jakarta: Sekretaris Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat Dadang Rusdiana menilai dukungan Presiden Joko Widodo terhadap langkah Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrowi, yang membekukan kompetisi Persatuan Sepak Bola Indonesia, tak akan menjerumuskan masa depan persepakbolaan nasional.
Dadang menilai perbedaan sikap yang pernah dinyatakan Wakil Presiden Jusuf Kalla bukanlah hambatan bagi proses pembenahan PSSI. "Keputusan itu tidak mungkin mencelakakan sepak bola nasional," ujarnya ketika dihubungi Tempo, Sabtu, 6 Juni 2015.
Menurut Dadang, presiden dan wakilnya bisa saja berbeda pandangan dalam menyikapi suatu masalah. Hanya saja, perbedaan antara keduanya akan berakhir ketika presiden menyatakan sikap akhirnya. "Presiden bisa saja memfasilitasi perdamaian antara PSSI dan Kemenpora. Tapi kalau presiden memutus lain, maka kita harus dukung presiden. Dalam sistem presidensial, keputusan akhir kan ada pada presiden," katanya.
Karena itu, kata dia, tudingan pelanggaran undang-undang yang disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah tidaklah berdasar.
Dukungan pembekuan PSSI dinyatakan Jokowi lewat akun Facebooknya beberapa waktu lalu. Dia yakin prestasi sepak bola nasional bakal merangkak naik jika organisasi bola dikelola secara sehat dan dipercaya masyarakat. Ia pun tak mempersoalkan jika tim nasional untuk sementara waktu tak memiliki kesempatan berlaga di ajang internasional. Namun, sikap itu berbeda dengan pernyataan Jusuf Kalla, yang sebelumnya telah meminta Kemenpora mencabut pembekuan kompetisi Liga Indonesia.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai perbedaan pendapat antara kedua merupakan pelanggaran atas Undang-Undang Kepresidenan. "Harusnya tak ada kata lain dari Jokowi, karena Jokowi dan JK adalah lembaga dwitunggal kepresidenan. Ini bertentangan dengan undang- undang," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, Jumat, 29 Mei 2015.
Fahri juga mendukung inisiatif sejumlah anggota DPR yang mengusulkan penggunaan hak interpelasi atau hak angket. "Harus diusut siapa yang menekan Menpora agar mempertahankan sikapnya," kata dia.
Dadang mengakui pembekuan itu memunculkan dampak tak sederhana terhadap tata kelola sepak bola nasional. Meski demikian, kata dia, ia maupun fraksinya menolak ajakan penggunaan hak interpelasi. Menurut dia, penyelesaian masalah itu cukup ditangani lewat forum Rapat Dengar Pendapat.
"Kalau interpelasi, jelas kami tidak sependapat, karena itu akan menambah luka lama yang terjadi antara KMP dan KIH. Alih-alih menciptakan solusi yang konstruktif, penyelesaian itu justru akan memunculkan kegaduhan yang tidak perlu," katanya.
Hal serupa dinyatakan Sekretaris Fraksi Partai Nasional Demokrat Syarief Abdullah Al-Kadrie. Menurut dia, Jokowi dan Kalla hanya berbeda dalam cara menerjemahkan penyelesaian masalah. Ia mensinyalir tudingan pelanggaran undang-undang itu tak lebih dari upaya untuk memuluskan kepentingan politis di balik kisruh PSSI.
"Fraksi NasDem jelas menolak mentah-mentah penggunaan hak tersbeut. Apa juga gunanya membuat kegaduan di balik masalah tersebut. Lebih baik selesaikan lewat forum RDP atu panja," katanya.
Kecaman juga datang dari Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Helmi Faisal. Menurut dia, pengguliran hak interpelasi itu merupakan manuver politis "Jangan menarik masalah ini ke area politik. Bagi fraksi PKB, penggunaan hak interpelasi terlalu dini, karena sesunggunya reformasi PSSI merupakan keinginan kita bersama agar kualitas sepakbola kita lebih maju. Jadi kita tunggu saja langkah Menpora untuk perbaikan ini," ujarnya lewat pesan singkatnya.
RIKY FERDIANTO