TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak satu suara dalam memutuskan hukuman bagi Direktur Utama PT Sentul City Tbk, Kwee Swie Teng alias Kwee Cahyadi Kumala. Dua dari lima hakim menyatakan Swie Teng tak seharusnya dihukum.
"Dalam rapat pemusyawaratan majelis hakim tidak tercapai mufakat bulat atau dissenting opinion," kata Ketua Hakim Sutio Jumagi Akhirno saat membacakan putusan, Senin, 8 Juni 2015.
Majelis hakim dalam persidangan Swie Teng terdiri dari Sutio, Casmaya, Aswijon, Ugo, dan Alexander Marwata. Mayoritas hakim berpendapat Komisaris Utama PT Bukit Jonggol Asri itu terbukti bersalah sesuai dua dakwaan yang dituduhkan jaksa. Swie Teng terbukti menghalangi penyidikan perkara korupsi serta menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin dalam kasus tukar-menukar lahan Jonggol.
Akan tetapi, dua hakim yakni Ugo dan Alexander menyatakan dua dakwaan itu tak terbukti dalam persidangan. Dalam putusan yang dibacakan Aswijon, dua hakim itu berpendapat Swie Teng tidak menghalangi penyidikan perkara korupsi dengan terdakwa anak buahnya sendiri, Yohan Yap, sebagaimana dituduhkan dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Menurut mereka, merintangi tidak hanya terbatas pada penyidikan namun harus berlanjut hingga penuntutan dan pemeriksaan pengadilan. "Nyatanya perbuatan terdakwa tidak menghentikan proses penuntutan dan pemeriksaan pengadilan sehingga tidak terbukti telah menghalangi," ujar Aswijon membacakan pendapat berbeda kedua hakim.
Selain itu, kedua hakim juga tidak sepakat Swie Teng telah melanggar Pasal 5 UU Tipikor yang dituduhkan dalam dakwaan kedua. Pasal tersebut memuat pelanggaran berupa pemberian hadiah pada pegawai negeri sipil atau pejabat negara dengan maksud agar si penerima melakukan sesuatu terkait wewenang jabatannya. Ancaman hukuman pasal ini maksimal lima tahun.
Dua hakim lebih sepakat Swie Teng dikenai Pasal 13, yakni tentang pemberian uang atau hadiah pada pejabat negara tanpa intensi khusus. Ancaman hukuman pasal ini maksimal hanya tiga tahun.
Walau ada pendapat berbeda, majelis hakim tetap memutuskan menghukum Swie Teng 5 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta. "Meskipun ada pendapat berbeda, keputusan hakim tidak berubah karena menggunakan sistem suara terbanyak," kata Sutio.
Swie Teng sendiri menyatakan masih pikir-pikir atas putusan hakim. Meski demikian, perbedaan pendapat dua hakim itu dianggap kuasa hukum Swie Teng, Rudy Alfonso, sebagai angin segar untuk mengajukan banding. "Dari sisi kami terbuka kesempatan untuk banding karena suara hakim tidak bulat," kata Rudy usai sidang. "Tapi keputusan ada di tangan klien kami."
Swie Teng disebut telah memerintah anak buahnya, yaitu Teuteung Rosita, Rosselly Tjung, Dian Purwheny, dan Tina Sugiro, untuk mengamankan dokumen yang diajukan ke Bupati Bogor Rachmat Yasin terkait proses pengurusan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754,85 hektar atas nama PT BJA. Hal itu dilakukan agar dokumen-dokumen tersebut tidak disita penyidik KPK.
Swie Teng juga mengarahkan anak buahnya, Rosselly, untuk memberikan keterangan tidak benar. Selain itu, dia juga terbukti memerintahkan Yohan Yap, menyuap Bupati Bogor saat itu, Rachmat Yasin, sebesar Rp 5 miliar. Namun yang terealisasi baru Rp 4,5 miliar karena Yohan menghilangkan duit Rp 500 juta.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA