TEMPO.CO, Bandung - Di antara 40-an ribu peserta Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Bandung, ada 22 peserta berkebutuhan khusus yang ikut bersaing. Mereka datang dengan keterbatasan fisik demi meraih cita-cita, seperti menjadi psikolog atau guru bahasa Jerman.
Evin Damayanti, 18 tahun, datang ke kampus ITB dengan berkursi roda. Di ruang ujian bagi peserta berkebutuhan khusus, siswi dari SMAN 1 Bandung itu ikut kelompok ujian campuran yang berlangsung dari pukul 07.30 hingga 14.30 WIB, Selasa, 9 Juni 2015.
Ia ingin menjadi mahasiswi baru di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran sebagai pilihan pertamanya. Fakultas yang sama di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung menjadi pilihan kedua. "Saya mau jadi psikolog karena senang bisa memberi nasihat, membantu masalah orang lain," ujarnya saat rehat kepada Tempo.
Adapun Hanif Naufal Hafizhan, 17 tahun, ingin menjadi guru bahasa Jerman. Tunanetra lulusan SMAN 7 Bandung tersebut menjadikan program studi bahasa Jerman sebagai pilihan teratas, kemudian program studi bahasa Jepang dan bahasa Inggris. Semuanya di kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Ibu Hanif, Tiktik Saodah, mengatakan anaknya selama bersekolah kesulitan dengan pelajaran matematika sehingga memilih jurusan ilmu sosial. "Kalau pelajaran hafalan dia kuat, dua-tiga kali belajar langsung ingat," katanya.
Sebelumnya, sulung dari dua bersaudara itu mendaftarkan diri dalam jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) ke UPI, tapi tak diterima. Pada ujian tulis kali ini, Hanif mempersiapkan diri dengan belajar sendiri di rumah dan ikut bimbingan belajar. "Semoga cita-citanya tercapai," tutur Tiktik.
ANWAR SISWADI