Di Tempat Ini Bemo Benhil Asli Jepang Dilahirkan
Reporter: Tempo.co
Editor: Elik Susanto
Rabu, 10 Juni 2015 23:36 WIB
Midget, nama asli bemo, di museum Daihatsu Motor Company, Jepang. TEMPO/Elik Susanto
Iklan
Iklan

TEMPO.CO, Osaka - Bemo, kendaraan roda tiga, dulu sangat populer sebagai angkutan umum di beberapa kota di Indonesia. Di antaranya di Malang dan Surabaya, Jawa Timur. Bahkan di Ibu Kota, kendaraan yang merupakan “nenek moyang” mobil merek Daihatsu itu kini masih dipakai mencari duit di kawasan Bendungan Hilir (Benhil), Jakarta Pusat.  Midget, nama asli bemo, merupakan cikal-bakal produk otomotif buatan Daihatsu Motor Company, Jepang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di markasnya, Ikeda, Osaka, Midget, yang artinya kerdil, menjadi penghuni tetap Museum Daihatsu. “Midget sangat terkenal karena dulu dipakai pedagang untuk mengangkut barang. Itu sekitar 1950-an,” ujar Yamasaki, salah satu pemandu di Museum Daihatsu, kepada rombongan wartawan dari Jakarta, termasuk Tempo, Selasa, 9 Juni 2015.

Midget generasi pertama masuk ke pasar Indonesia sekitar 1960-an. Selain Malang, Surabaya dan Jakarta, kota-kota yang pernah mengoperasikan angkutan umum mungil ini adalah Bogor, Bandung, Padang, dan Denpasar. Kendati Daihatsu sudah menghentikan produksinya sejak 1972, termasuk suku cadangnya, bemo di Benhil tetap bertahan. Angkutan ini terus beroperasi karena pemilik merawatnya dengan suku cadang tiruan yang dipesan dari sejumlah bengkel.

Midget, yang mulai dipasarkan pada 1957, memiliki kapasitas mesin 250 cc dengan bahan bakar bensin. Dirancang hanya mengangkut penumpang maksimum satu orang, kecepatan Midget bisa mencapai 65 kilometer per jam dengan daya muatan maksimal 300 kilogram di bagian belakang.

Namun, di Benhil, Midget dipaksa mengangkut sampai 8 penumpang. Caranya, bak belakang yang semestinya dipakai membawa barang dimodifikasi. Ada dua bangku memanjang pada sisi kanan dan kiri serta beratap terpal. Tempat duduk penumpang itu kerangkanya terbuat dari besi yang dilas, kemudian dipasangi papan kayu dan sedikit diberi busa tipis dan dilapis kain.

Midget, kata Yamasaki, menjadi obyek museum paling menarik pengunjung. Anak-anak sekolah senang melihat mobil itu karena lucu. “Mereka selalu bertanya siapa yang mengendarai mobil ini,” kata pemandu senior itu saat menerangkan antusiasme anak-anak sekolah yang berkunjung ke museumnya. Pada Selasa, puluhan murid kelas V sekolah dasar dari Kyoto dan Osaka bertandang ke Museum Daihatsu. “Ini bagian dari pelajaran IPS (ilmu pengetahuan sosial),” Yamasaki menambahkan.

Museum Daihatsu memang menjadi salah satu obyek wisata di Osaka. Setiap kelompok , termasuk anak-anak sekolah, mendapat kesempatan melihat-lihat museum selama 2,5 jam. Mereka diajak keliling museum yang berada di areal kantor pusat Daihatsu seluas 5.250 meter persegi. 

Di lantai 2 museum terdapat miniatur rumah penduduk Jepang era 1950-an. Terbuat dari kayu dengan parobatan standar orang desa di Jepang ketika itu. Selain kulkas, ada televisi hitam putih ukuran kecil, elpiji, dan lemari. Di halaman rumah, sebuah bemo warna hijau diparkir. “Di masa lalu, Midget menjadi kendaraan favorit warga Jepang,” kata Sudirman Maman Rusdi, Direktur Utama PT Astra Daihatsu Motor (ADM).

Pengembangan mobil mini rupanya menjadi ciri khas Daihatsu, baik untuk pasar dalam negeri Jepang maupun ekspor. Setelah era Midget berakhir pada 1970-an, lahirlah mobil sejenis dengan modifikasi sedikit lebih longgar, yaitu Fellow 356 cc dengan empat penumpang. Disusul pada 1990-an keluar mobil Charade, Hijet, Taff, dan Mira dengan berbagai variasinya.

Dari generasi tersebut, Daihatsu mengeluarkan produk terbarunya dengan konsep Kei-Car, yaitu mobil kecil dengan teknologi mutakhir dan ramah lingkungan. Di antara nama Kei-Car adalah Move, Tanto, Mira eS, dan Copen. “Di Indonesia, melalui PT ADM, mobil kompak itu diberi nama Ayla,” kata Masanori Mitsui, Presiden Daihatsu Motor Company.

ELIK SUSANTO (OSAKA)

Iklan

 

 

 

BERITA TERKAIT


Rekomendasi