TEMPO.CO , Jakarta: Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Yenny Sucipto, menilai dana aspirasi senilai Rp 11,2 triliun yang akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2016 sangat rentan jadi bancakan di Dewan Perwakilan Rakyat. Meski tak tunai ke setiap anggota parlemen, Fitra menuding tak ada jaminan mekanisme dan pelaksanaan yang tepat.
"Parlemen sekarang sedang menggodok aturan yang bakal menguatkan, itu berarti mereka sebenarnya mencari-cari saja. Dana aspirasi bakal jadi bancakan di DPR dan bagi-bagi di kementerian," kata Yenny, Rabu, 10 Juni 2015.
Yenny menambahkan, parlemen sebenarnya tak memiliki dasar yang kuat soal urgensi pembentukan dana aspirasi. Selain itu, tak ada tolak ukur dan perhitungan yang jelas hingga keluar angka peruntukan sekitar Rp 15 hingga 20 miliar per anggota parlemen.
Fitra menolak alasan parlemen soal dana aspirasi bakal jadi cara pemerataan pembangunan karena peruntukkan dana per daerah pemilihan. Pasalnya, sekitar 300 dari 560 anggota parlemen berasal daerah pemilihan di Pulau Jawa dengan nilai lebih dari Rp 6 triliun, yang berarti masyarakat di pulau lain akan mendapat jatah lebih kecil.
"Contoh, tingkat kemiskinan di Jakarta sekitar 18 persen tapi memiliki tujuh anggota dewan dengan dana Rp 140 miliar. Sedangkan di Maluku dengan tingkat kemiskinan 30 persen hanya memperoleh Rp 80 miliar dari empat anggota dewan," kata Yenny.
Menurut Yenny, dana aspirasi yang dilekatkan dengan sejumlah program transfer fiskal dari pusat ke daerah juga cenderung tumpang tindih. Salah satu contohnya, soal klaim dana tersebut akan disalurkan dari pemerintah kabupaten ke desa. Mekanisme ini jelas bertumpukan dengan dana desa yang tengah digodok dan akan dicairkan Kementerian Keuangan.
"Daripada dana aspirasi yang tak jelas peruntukkannya, lebih baik dewan memperjuangkan soal kedaulatan pangan dan peningkatan anggaran kesehatan," kata Yenny.
Selain rentan bancakan, peneliti Indonesia Budget Center Roy Salam, juga menilai ada tiga potensi masalah lainnya, yaitu belum ada pengaturan detil skema operasional pelaksanaan dan pertanggungjawabannya, benturan kewenangan pengelolaan APBN antara pemerintah dengan DPR, dan sarat kepentingan politis yang berpotensi mengabaikan prinsip performance budgeting. Dana aspirasi hanya akan melemahkan fungsi pengawasan DPR.
"Terlebih dulu perjelas pengaturan mengenai transparansi dan akuntabilitas. Perjelas juga ruang lingkup atau batasan dari segi jumlah dan anggaran serta tolak ukur kinerjanya," kata Roy.
FRANSISCO ROSARIANS