TEMPO.CO, Bandung - Kelompok wartawan yang tergabung dalam PWI Jaya (DKI Jakarta) dan sejumlah blogger mendesak agar Indar Atmanto, terpidana kasus korupsi penggunaan frekuensi pita lebar 3G, dibebaskan. Pernyataan itu dikemukakan saat sekitar 60 wartawan dan blogger mengunjungi mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) itu di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Kamis, 11 Juni 2015.
“Kami mendukung penuh upaya pembebasan Indar agar bisa kembali aktif dan berkarya bagi masyarakat, khususnya di bidang teknologi Internet,” kata Ketua Dewan Kehormatan PWI Jaya Kamsul Ihsan saat pertemuan.
Rombongan wartawan dan blogger ini dipimpin Ketua PWI Jaya Endang Werdiningsih. Acara yang berlangsung di ruang pertemuan LP itu berlangsung akrab dan diwarnai keharuan.
Suasana haru terlihat ketika Indar menceritakan perjalanan kasusnya dan apa saja yang dia lakukan sehari-hari selama penahanan sejak September 2014. “Saya memperbanyak khatam dan tadarus, selain terus memperjuangkan upaya pembebasan melalui peninjauan kembali yang telah diajukan ke Mahkamah Agung,” kata penerima penghargaan Satya Lencana Wirakarya tahun 2010 dari presiden atas jasanya dalam pengembangan Internet itu.
Seminggu sebelum kunjungan para wartawan dan blogger ini, kunjungan serupa juga dilakukan kelompok APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dan Mastel (Masyarakat Telekomunikasi). Mereka juga menyatakan keprihatinan atas kasus yang dialami Indar.
Ketua APJII yang baru terpilih, Jamalul Izza, saat bertemu Indar menyatakan dukungannya atas proses pembebasan Indar. “Kami berharap, dengan pembebasan itu, tercipta kepastian hukum karena kasus ini bisa menjadi preseden buruk industri Internet Indonesia,” ujar Jamalul.
Jamalul menambahkan, APJII, bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sudah meminta Mahkamah Agung (MA) membebaskan Indar. “APJII juga telah resmi meminta fatwa MA karena pemidanaan ini mengancam industri Internet kita,” tuturnya.
Perjalanan hukum kasus Indar Atmanto ini diwarnai kontroversi karena berbagai kejanggalan yang meliputinya. Kejaksaan mendakwa Indar merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,3 triliun atas tuduhan penyalahgunaan perjanjian penggunaan jaringan 3G high speed downlink packet access (HSDPA) 2,1 GHz milik PT Indosat oleh IM2.
Pada 8 Juli 2013, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Indar 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, sedangkan Indosat dihukum membayar Rp 1,3 triliun. Indar kemudian mengajukan banding, tapi ditolak. Pengadilan Tinggi bahkan menambah hukuman Indar menjadi 8 tahun penjara, meski denda Rp 200 juta dibatalkan. Vonis ini kemudian diperkuat pada tingkat kasasi Juli 2014.
Seluruh proses hukum itu dinilai penuh kejanggalan karena berbagai fakta hukum yang diajukan pihak Indar diabaikan majelis hakim. Dakwaan merugikan negara, misalnya, oleh berbagai kalangan dinilai seharusnya gugur karena hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ihwal kerugian negara itu belakangan dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, dan diperkuat pada tingkat PTTUN dan MA melalui kasasi.
Dakwaan merugikan negara juga dinilai lemah karena semua hak negara atas penggunaan pita frekuensi, yang dijadikan dasar tuntutan, sudah dilunasi Indosat. Apalagi Menteri Komunikasi dan Informatika telah menyurati Kejaksaan dan memastikan kerja sama penyelenggaraan Internet 3G dan IM2 yang dipermasalahkan itu telah sesuai aturan.
Sejumlah kalangan menyayangkan vonis yang dianggap berbau kriminalisasi ini. Indar Atmanto dianggap menjadi korban ketidakpastian hukum yang tidak hanya merugikan dirinya, tapi juga industri telekomunikasi. Sebab, jika Indar dan Indosat dihukum karena dakwaan itu, 200 pelaku industri telekomunikasi terancam tuntutan serupa karena pola kerja sama penggunaan frekuensi 3G yang dilakukan sama dengan yang dijalankan Indosat.
Keprihatinan atas kasus Indar juga pernah dikemukakan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla menyatakan mendukung upaya hukum PK yang diajukan Indar. “Langkah mengajukan PK sudah benar karena dirinya dianggap tidak melakukan tindakan merugikan negara seperti yang dituduhkan,” ucap Kalla, Maret lalu.
DARU PRIYAMBODO | PWI Jaya