TEMPO.CO , Jakarta: Pengemudi GO-JEK, M.Rifki, 40 tahun, mendukung imbauan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama agar para tukang ojek bergabung dengan layanan GO-JEK. Rifki menjelaskan, rencana gubernur tersebut baik, asalkan diiringi dengan pembentukan sistem yang baik.
"Agar tak sekedar wacana," ujarnya kepada Tempo, di Jalan Kuningan Barat, Jakarta Selatan, Jumat, 12 Juni 2015.
Rifki menuturkan banyaknya tukang ojek yang menolak kehadiran GO-JEK belum mengetahui manfaat bergabung dengan GO-JEK. Padahal, sejak bergabung dengan GO-JEK sekitar empat bulan yang lalu, ayah dua anak ini bisa mengantar hingga 8 penumpang dalam sehari. "Lumayan Mas, sehari bisa dapat Rp 200 ribu, uangnya bisa untuk jajan anak dan belanja harian," kata pria yang juga bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah hotel di Jakarta ini.
Adapun, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengimbau tukang ojek untuk bergabung dengan GO-JEK untuk mengakhiri perseteruan. Menurut dia, dengan adanya GO-JEK, tukang ojek tak perlu menghabiskan waktu untuk menununggu penumpang. "Bayangkan saja, kalau mereka, tukang ojek, harus ngetem di sembarang tempat, kan tidak efisien," tutur Ahok--sapaan akrabnya, di Balai Kota, Jumat 12 Juni 2015.
Ahok menjelaskan dengan adanya GO-JEK, tukang ojek yang tergabung di dalamnya bisa menunggu penumpang di rumah. "Tukang ojek jadi punya kesempatan untuk mengurusi keluarganya dulu," katanya.
GO-JEK, kata Ahok, juga banyak manfaatnya. Salah satunya, GO-JEK pun melayani jasa antar dokumen hingga barang pesanan lainnya.
Ancaman dan tindakan pengusiran tak hanya dialami Rifki, tapi juga rekan-rekan seprofesinya. Isu kekerasan yang dialami sopir GO-JEK ini merebak dari media sosial seperti Twitter dan Path. Para pengguna layanan GO-JEK menceritakan sopir GO-JEK yang ia pesan mengalami ancaman ketika hendak menjemputnya.
Salah satunya, pelanggan GO-JEK bernama Boris Anggoro yang menuturkan pengalamannya di jejaring Path. "Abangnya nelpon katanya dia disamperin lima abang ojek yang mangkal deket kantor mau dipukulin," tutur Boris di Path. Tak lama, sopir GO-JEK yang sejatinya hendak menjemput Boris kembali menelpon. Sopir itu meminta Boris membatalkan pesanan karena si sopir dikejar tukang ojek lain hingga lampu merah. Bahkan, sopir GO-JEK ini harus bersembunyi di antara pedagang kaki lima.
Awalnya, Boris menyangka si sopir GO-JEK berbohong. Ia pun kembali memesan layanan GO-JEK. Ternyata sopir GO-JEK itu juga mengalami hal yang sama. Bahkan tukang ojek itu mendorong tubuh sopir GO-JEK. Lantaran tak ingin sopir GO-JEK ini celaka, Boris mengalah dan memintanya pergi. Lalu ia memilih tukang ojek yang mangkal di kantornya untuk mengantar ke Kalibata City. Ia dikenakan biaya Rp 45 ribu. "Sementara rate GO-JEK hanya Rp 27 ribu," Boris mengeluh.
GANGSAR PARIKESIT | NIEKE INDRIETTA